Suara.com - Penelitian dan dan inovasi produk hilir kelapa sawit di Indonesia masih sangat menjanjikan. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga.
Bukan tanpa alasan, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan, merujuk proyeksi volume ekspor pada 2022, produk hilir mencapai 27 juta ton dan produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) berjumlah 1,6 juta ton.
Sementara, pasar sawit di dalam negeri atau konsumsi domestik mencapai 20,45 juta ton terdiri atas penggunaan untuk industri makanan/minyak goreng 9,48 juta ton serta pemakaian segmen nonmakanan (oleokimia dan gliserin) dan energi masing-masing 2,1 juta ton dan 8,8 juta ton.
"Agar Indonesia dapat menjadi pemimpin sawit dunia dan menjadi price setter, pengembangan teknologi baru sangat dibutuhkan untuk dapat menciptakan nilai tambah tinggi bagi produk sawit di Indonesia," kata dia.
Sehingga, ia menyebut, investor akan semakin banyak dan sekitar 65 persen produk industri kelapa sawit dapat dikonsumsi di dalam negeri dan sisanya 35 persen diekspor atau mungkin kebalikannya, 41 persen untuk domestik dan sisanya 59 persen untuk ekspor.
Ia menjelaskan,pengembangan sawit harus tepat, yaitu untuk bahan pangan, maka minyak sawit didefinisikan sebagai bahan makanan (trigliserida) yang bernutrisi alami tinggi dan dikembangkan ke arah functional products kepada komponen nutrisi dari sawit.
"Jangan lagi mempertahankan konsep lama yang sudah 100 tahun berlangsung, yaitu terfokus kepada trigliserida, sebagai sumber energi saja," kata dia.
Selain itu, menurut dia, pengembangan inovasi produk lebih ke hilir akan mendapatkan nilai tambah sebanyak enam kali lipat.
"Semakin ke hilir, maka semakin tinggi nilainya," ujarnya.
Baca Juga: Harga TBS Sawit di Kalbar Mulai Merangkak Naik, Segini Daftar Harga Periode 1 September
Sebagai contoh, produk derivatif surfaktan nilai tambah sebesar 300 persen. Selanjutnya, produk specialties antara lain kosmetika, parfum, detergen, dan cat mempunyai nilai tambah mencapai 600 persen.