Pengusaha Menjerit, Sebut Asing Mulai Ikut Campur Industri Tembakau RI

Kamis, 15 September 2022 | 23:14 WIB
Pengusaha Menjerit, Sebut Asing Mulai Ikut Campur Industri Tembakau RI
Ilustrasi buruh di gudang tembakau. [suara.com/ Angga Haksoro Ardhi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Regulasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) dinilai semakin eksesif bahkan melampaui peraturan tingkat nasional.

Pengusaha dan petani tembakau mengatakan, ada indikasi dorongan lembaga asing dalam penyusunan Perda KTR dan peraturan serupa lainnya di berbagai daerah melalui program pendanaan.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan ada intervensi dari lembaga asing Bloomberg terhadap kebijakan pertembakauan di Indonesia termasuk regulasi Perda KTR.

Aksi ini dilakukan Bloomberg melalui program pendanaan yang ditujukan bagi organisasi di berbagai negara dengan tujuan mengubah regulasi pertembakauan, seperti kenaikan cukai, larangan iklan dan promosi, serta penyusunan regulasi kawasan tanpa rokok.

Baca Juga: Guru SD di Jateng yang Bagi-bagi Sepeda Ini Ternyata Pengusaha Pulsa Sukses yang Ingin Bantu Masyarakat

“Memang mereka punya misi seperti itu. Bloomberg punya dana yang besar, dan mereka menggerakkan memberikan pengaruh. Gaprindo jelas tidak mendukung. Artinya kan itu suatu gerakan ikut campur terhadap kedaulatan negara, apalagi mengubah peraturan,” ujar Benny, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Program pendanaan yang diinisiasi oleh Bloomberg bertajuk Tobacco Control Grants Program kembali dibuka bagi organisasi di beberapa negara, termasuk Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh negara prioritas.

Pendaftaran hibah dibuka Bloomberg selama 1-22 Agustus 2022 lalu. Bagi yang lolos seleksi, mereka akan menerima dana USD25 ribu-250 ribu per tahun. Beberapa lembaga swadaya masyarakat dan universitas di Indonesia tercatat telah menerima dana serupa pada tahun-tahun sebelumnya.

Menanggapi hal ini, menurut Benny, lembaga eksekutif daerah seharusnya bersikap mandiri dalam menyusun sebuah kebijakan. Ketika menyusun aturan pun, lanjutnya, pemerintah daerah harus memperhatikan prinsip Good Regulation Practice dengan melakukan Regulation Impact Assessment agar kebijakan bersifat adil bagi semua pihak.

“Jadi, aturan itu dilihat dampak positif dan negatifnya, bukan atas dasar desakan atau pengaruh institusi, LSM (lembaga swadaya masyarakat), atau lembaga asing. Walaupun mereka punya concern terhadap Kesehatan, tapi menurut saya ini juga terlalu jauh,” jelas Benny.

Baca Juga: Sanksi Qanun KTR Banda Aceh Dilakukan Tahun Depan

Benny juga menanggapi terkait absennya partisipasi publik dalam penyusunan regulasi KTR dan peraturan serupa lainnya. Ia menjelaskan, pengusaha tidak pernah dilibatkan dalam prosesnya.

Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan pada industri hasil tembakau dalam penyusunan regulasi yang menyangkut pertembakauan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI