Suara.com - Industri produk tembakau alternatif semakin berkembang pesat. Tercatat, industri ini mampu membuka lapangan pekerjaan bagi lebih dari 100 ribu tenaga kerja di seluruh Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Meski demikian industri satu ini masih menghadapi tanya yang cukup berat, terutama soal ketersediaan informasi yang valid akan produk tembakau alternatif.
Direktur Eksekutif Center of Youth and Population (CYPR) Dedek Prayudi mengatakan, akses dan layanan untuk mendapatkan informasi tentang produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantong nikotin, merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Untuk itu, informasi mengenai produk tersebut perlu disusun dan disampaikan dengan komprehensif.
Baca Juga: Masindo: Perokok Dewasa Berhak Atas Informasi Produk Tembakau Alternatif
"Upaya pemerintah dalam mencari, membuat, dan mendistribusikan informasi mengenai produk tembakau alternatif adalah sebuah kewajiban dalam pemenuhan hak-hak tersebut," kata Dedek di Jakarta Selasa (13/9/2022).
Dedek menjelaskan, hak untuk mendapatkan informasi yang valid dan terpercaya dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, khususnya pada Pasal 25 yang mengatur tentang hak untuk sehat.
Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 4 Undang Undang Dasar 1945 menyebutkan, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Saat ini, ada banyak riset yang membuktikan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki kadar risiko yang jauh lebih rendah dari pada rokok.
Salah satunya, riset toksikologi yang dipublikasikan oleh dosen Universitas Airlangga, Shoim Hidayat yang menyebutkan kandungan senyawa kimia pada uap produk tembakau yang dipanaskan 90 persen lebih rendah daripada yang ada pada asap rokok.
Baca Juga: Perokok Dewasa Berhak Dapatkan Informasi Tembakau Alternatif, Ini Penjelasan Masindo
Selain itu, uap produk tembakau dipanaskan juga tidak menghasilkan TAR, senyawa yang berpotensi meningkatkan risiko kesehatan.
Oleh karena itu, pemerintah wajib mengedukasi masyarakat terkait informasi saintifik ini. Karena pemanfaatan produk tembakau alternatif yang baik dan diregulasi berlandaskan konsep pengurangan bahaya tembakau dapat menjadi instrumen untuk mengurangi prevalensi merokok.
Sebaliknya, absennya ketersediaan informasi yang valid dan dapat diandalkan merupakan bentuk pengingkaran salah satu komponen hak asasi manusia.
Pada dimensi kebijakan, hal ini merupakan bentuk pengingkaran kebijakan terhadap ilmu pengetahuan.
"Pengingkaran ini, lebih jauh, berdampak buruk kepada perkembangan pembangunan," katanya.