Pengusaha: RUU Rancangan Data Pribadi Jadi Tantangan Industri Ekonomi Digital

Minggu, 11 September 2022 | 09:17 WIB
Pengusaha: RUU Rancangan Data Pribadi Jadi Tantangan Industri Ekonomi Digital
ILUSTRASI: Agenda Mendorong Percepatan Proses Pembahasan RUU PDP di KeKini Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019). [Suara.com/Fakhri Fuadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembahasan terkait Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah memasuki babak akhir yang direncanakan akan lahir tahun 2022 ini.

Namun ditemukannya beberapa pasal dalam draft ketentuan RUU PDP yang berpotensi menjadi tantangan untuk industri ekonomi digital.

“Berdasarkan riset dari Indonesia Services Dialogue (ISD) Council masih ada tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri terkait implementasi saat undang-undang di berlakukan," kata Wakil Kepala Badan Ekosistem Ekonomi Digital KADIN Indonesia Bidang Kebijakan Publik Zacky Zainal Husein ditulis, Minggu (11/9/2021).

Zacky pun berharap pemerintah akan terus mengedepankan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan saat pembuatan aturan turunan, utamanya pelaku usaha, agar legislasi privasi ini dapat implementatif dan mendorong keberlanjutan serta laju transformasi digital yang penting bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Riset terbaru dari ISD Council bersama Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital KADIN Indonesia terhadap hampir 65 perusahaan di bidang industri ekonomi digital menemukan bahwa mayoritas perusahaan digital akan terdampak dengan ketentuan dalam aturan PDP, khususnya terkait dengan kewajiban pengendali data pribadi.

Pelaku usaha digital juga masih membutuhkan waktu untuk membangun kesiapan di internal. Hal itu terlihat dari mayoritas perusahaan digital (81,3%) belum memiliki Data Protection Officer (DPO). DPO merupakan amanah RUU PDP kepada pengendali data untuk mengawasi tata kelola pemrosesan data pribadi dalam suatu instansi.

Selain itu, sebagian besar (67,2%) perusahaan merasa belum mampu memenuhi ketentuan jangka waktu pemenuhan hak pemilik data pribadi sesuai RUU PDP apabila menerima volume permohonan yang sangat tinggi dalam satu waktu tertentu. Maka, perusahaan, khususnya dengan skala menengah atau kecil, berpotensi tidak bisa menerapkannya dengan baik.

Zacky juga menambahkan jika industri ekonomi digital menyambut baik aturan dalam RUU PDP yang tinggal selangkah lagi untuk disahkan oleh pemerintah.

“Kami percaya dengan aturan ini masyarakat Indonesia bisa lebih dekat untuk memiliki regulasi yang menjamin keamanan data pribadinya. Aturan juga bisa meningkatkan literasi konsumen terhadap privasi dan keamanan ekosistem ekonomi digital,” ucap Zacky.

Sementara itu, Devi Ariyani, Executive Director Indonesia Services Dialogue (ISD) Council mengatakan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi disusun dengan niat baik untuk melindungi pemilik data dan mendorong pengembangan industri pada ekosistem ekonomi digital.

Sehingga guna memastikan tingkat kepatuhan yang baik saat undang-undang ini disahkan, butuh keterlibatan semua pihak di dalamnya.

Baca Juga: Anggota Komisi I DPR: RUU Perlindungan Data Pribadi Disahkan Pekan Depan

"Namun meski disambut baik, kapasitas yang memadai untuk mematuhi UU PDP saat aturan tersebut disahkan masih menjadi tantangan tersendiri bagi industri," kata Devi.

Guna memastikan kepatuhan dari pelaku industri, Pemerintah diharapkan untuk terus melibatkan para pemangku kepentingan seperti pelaku usaha di dalam penyusunan aturan turunannya serta turut mempertimbangkan beban kepatuhan yang akan muncul dari kewajiban yang disebutkan dalam undang-undang.

Berdasarkan draft RUU yang beredar, ada tujuh belas (17) hal yang menjadi kewajiban pengendali data seperti perusahaan digital atas pemenuhan hak dari pemilik data atau subjek data, mulai dari memastikan akurasi hingga penghapusan data.

Salah satu aturan teknis yang akan menjadi tantangan adalah terkait ketentuan pemenuhan hak pemilik data pribadi yang dinilai sangat restriktif dari segi waktu.

“Bila kita melihat berbagai regulasi internasional, ketentuan pemenuhan hak ini memiliki jangka waktu yang lebih lama daripada apa yang diatur dalam RUU PDP. Riset kami juga menunjukkan bahwa pelaku industri mengharapkan adopsi peraturan yang selaras dengan praktik internasional di dalam RUU PDP, dengan turut mempertimbangkan kapasitas yang diperlukan dalam mematuhinya.” ungkap Devi lebih lanjut.

Selain itu, peraturan-peraturan teknis terkait perlindungan PDP yang akan mengatur standar industri sebaiknya dilakukan oleh Lembaga PDP yang akan segera dibentuk.

Menurut Devi terdapat beberapa ketentuan yang masih butuh penjelasan dan perbaikan di level peraturan turunan agar regulasi berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ini untuk memastikan supaya, undang-undang yang bermaksud baik ini bisa tetap mendukung perkembangan ekonomi digital Indonesia dan tidak terjebak dengan pengaturan teknis.

"Undang-undang sebaiknya mengatur ketentuan yang mengatur norma hukum dan prinsip umum sebagai payung hukum perlindungan data pribadi," tutup Devi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI