Suara.com - Menteri keuangan Sri Mulyani mengatakan, faktor lainnya yang akan memengaruhi harga minyak dan komoditas dunia adalah seberapa lama perang Rusia dan Ukraina berlangsung.
"Selama terjadi perang, berarti akan terus ada disrupsi suplai karena Rusia itu diembargo. Kemarin kita juga mendengar bahwa Amerika Serikat akan mencoba membuat price gap untuk minyak Rusia yang sekarang sudah diadopsi negara-negara G7," kata Menkeu, Rabu (7/9/2022).
Mantan pejabat Bank Dunia itu lantas menyebut, harga minyak dunia masih akan tidak pasti ke depannya dengan berbagai faktor tersebut dan tentunya akan memengaruhi APBN.
Tidak hanya itu, ia juga menyinggung potensi resesi global yang berdampak pada harga minyak dan komoditas lainnya pada 2023.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Anjlok 3 Persen, Kini Dibandrol USD 86/Barel
"Amerika dan Eropa jelas akan menghadapi potensi resesi yang sangat tinggi, mengapa? Karena inflasi mereka sangat tinggi, 40 tahun tertinggi dan saat ini direspons dengan kenaikan suku bunga acuan dan pengetatan likuiditas," kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Awalnya, sejumlah bank sentral di Amerika dan Eropa memperkirakan resesi hanya sementara karena efek pandemi COVID-19.
Namun, ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina hingga perang yang berkepanjangan membuatnya memburuk. Bahkan, minyak kini diklaim jadi salah satu instrumen perang.
Maka dari itu, Sri Mulyani melihat jika berbagai negara maju masuk ke dalam jurang resesi, maka permintaan terhadap minyak menjadi turun dan tekanan kenaikan harga minyak diharapkan ikut menurun, sehingga tak lagi mencapai di atas 100 dolar AS per barel.
Saat ini, harga minyak mulai menurun menjadi dalam kisaran 94 dolar AS per barel, setelah sempat melambung di level 126 dolar AS per barel.