Suara.com - Dalam teori ekonomi salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah redistribusi, agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah, barang yang disubsidi menjadi dapat dijangkau oleh masyarakat yang miskin sekalipun. Inilah salah satu tujuan subsidi BBM yang selama ini diberikan Pemerintah melalui APBN.
Namun, menurut ekonom senior Faisal Basri, tujuan itu tidak sepenuhnya tercapai. “Subsidi BBM tampak tidak sejalan dengan tujuan tersebut karena ternyata orang miskin sedikit menggunakan BBM dari pada orang kaya. Sementara itu, subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar,” kata Faisal Basri dalam kajian yang dia rilis dengan judul “Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran”.
Karena itulah, meski pahit, kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi yang telah diputuskan Pemerintah harus bisa dipahami dengan baik. Menurutnya, penyesuaian harga minyak merupakan fenomena global. Hampir semua negara, termasuk produsen besar seperti Arab Saudi, sudah menaikkan harga BBM. "Harga di Indonesia lebih murah dibandingkan produsen utama minyak, Arab Saudi," kata Faisal Basri dalam diskusi bertajuk “Subsidi Untuk Siapa? Menelaah Efektivitas Penggunaan Uang Rakyat” akhir pekan lalu.
Kini, energi Bangsa harus dicurahkan untuk memitigasi dampak potensi meningkatnya inflasi serta mengurangi tekanan pada masyarakat yang rentan secara ekonomi. “Gunakan semua instrumen untuk meringankan beban rakyat," ujar Faisal Basri.
Tidak tepat sasasaran memang menjadi pertimbangan utama pengurangan subsidi BBM dan pengalihan peruntukannya untuk program bantalan sosial yang bersifat langsung.
Mengutip data BPS, Presiden Jokowi saat mengumumkan kebijakan pengalihan subsidi energi dan penyesuaian harga BBM Sabtu (3/9/2022) lalu mengatakan, “Lebih dari 70% subsidi BBM selama ini justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu.”
Pada saat bersamaan, Pemerintah melihat urgensi memperkuat program perlindungan sosial kepada masyarakat tak mampu di tengah turbulensi geopolitik Dunia saat ini semakin tinggi.
Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan beberapa waktu lalu memaparkan, atas pertimbangan stabilitas dan ketahanan Ekonomi, langkah mempertajam subsidi kepada kelompok paling rentan sangat urgen dan harus menjadi prioritas.
“Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global saat ini akan terus memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara, dan dampaknya terutama akan sangat terasa di kalangan yang rentan secara ekonomi,” ujar Kabin.
Baca Juga: Kata Singkat Jokowi untuk Aksi Demo yang Panjang Menuntut Penurunan Harga BBM
Kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar sehari-hari lainnya dengan mudah menjadikan mereka semakin turun ke level kemiskinan akut dan bahkan absolut. Atas pertimbangan itulah Presiden Jokowi memutuskan untuk mengalihkan sebagian subsidi energi yang kurang efektif karena dinikmati oleh kalangan yang secara ekonomi lebih kuat menghadapi tekanan, yaitu kalangan mampu.