Suara.com - Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan kenaikan harga BBM subsidi dilakukan pada waktu yang tidak tepat, terutama jenis pertalite.
Pernyataan tersebut disampaikan merespons kenaikan harga BBM subsidi yang diumumkan Presiden Jokowi pada Sabtu (3/9/2022).
"Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga Pertalite menjadi 10.000 per liter," kata Celios kepada suara.com, Senin (5/9/2022).
Dampaknya, Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja.
"BBM bukan sekedar harga energi dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak," katanya.
Misalnya, Bhima mengemukakan harga pengiriman bahan pangan akan naik dan pada saat yang bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.
Inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada bulan Agustus yakni 8,55 persen year on year, bakal makin tinggi. Diperkirakan inflasi pangan kembali menyentuh dobel digit atau diatas 10 persen per tahun pada September ini.
Sementara inflasi umum diperkirakan menembus di level 7-7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif. Konsumen ibaratnya akan jatuh tertimpa tangga berkali kali, belum sembuh pendapatan dari pandemi, kini sudah dihadapkan pada naiknya biaya hidup dan suku bunga pinjaman.
Masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak memiliki kendaraan sekalipun, akan mengurangi konsumsi barang lainnya.
Baca Juga: Harga BBM Naik, Pedagang Nasi Jinggo Bali Berencana Kurangi Porsi Nasinya
"Karena BBM ini kebutuhan mendasar, ketika harganya naik maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman (mamin), hingga logistik semuanya akan terdampak," katanya.