Suara.com - Bayang-bayang September Effect mulai terasa dalam dinamika indeks harga saham gabungan (IHSG) di Indonesia. Pengertian fenomena ini adalah tren melemahnya saham-saham di IHSG.
September Effect sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Melansir Investopedia, September Effect mengacu pada return atau pengembalian pasar saham yang secara historis melemah di bulan September.
Di Amerika Serikat, para investor mengunci keuntungan serta kerugian pajak sebelum akhir tahun sekembalinya mereka dari musim panas. Faktor lainnya adalah para investor melikuidasi saham untuk biaya sekolah bagi anak-anak, yang selalu terjadi setiap tahun.
Oleh karena itu, efek September dianggap sebagai kekhasan historis yang selalu berulang saban tahun, bukan sebab-akibat dari fenomena yang terjadi secara tiba-tiba.
Baca Juga: Investor Pangkas Anggaran, Pendiri Canva Tak Khawatir, Yakin Masih Bisa Bertahan
Beberapa analis menganggap bahwa efek negatif pada pasar disebabkan oleh bias perilaku musiman karena investor mengubah portofolio mereka pada akhir musim panas kemudian mencairkannya. Alasan lain bisa jadi karena sebagian besar pemikik reksa dana menguangkan kepemilikan mereka untuk memanen kerugian pajak.
Analisis data pasar oleh Dow Jones Industrial Average (DJIA) menunjukkan bahwa September adalah satu-satunya bulan dengan pengembalian negatif selama 100 tahun terakhir.
Namun, efeknya tidak berlebihan dan, yang lebih penting, tidak banyak mempengaruhi bulan-bulan selanjutnya. Investopedia menyebutkan jika seseorang bertaruh melawan September selama 100 tahun terakhir, individu itu akan mendapat untung secara keseluruhan. Jika investor membuat taruhan itu hanya pada tahun 2014, misalnya, investor itu akan kehilangan uang.
Namun demikian, menurut Market Realist, dampak dari September Effect telah menghilang dalam beberapa tahun belakangan. Selama 25 tahun terakhir, pengembalian bulanan rata-rata untuk bulan September adalah sekitar -0,4% sedangkan pengembalian bulanan rata-rata positif. Namun, perlu dicatat bahwa efek ini berpengaruh ke seluruh dunia. Bukan hanya negara-negara yang dapat menyetir ekonomi seperti Amerika Serikat.
Dalam konteks IHSG, September Effect memang selalu membawa koreksi saham. Para emiten banyak mengurangi agenda pending di bulan ini seperti dividen.
Baca Juga: Rebound, IHSG Ditutup Naik 0,27 Persen ke Level 7.178
Hal ini dipengaruhi juga oleh publikasi laporan keuangan semester pertama yang membuat para investor memilah emiten yang layak dipertahankan hingga akhir tahun dengan melihat laporan kinerja periode sebelumnya. Beberapa lembaga yang mencatat kinerja positif di semester pertama adalah industri perbankan dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Untuk itu, calon investor perlu mempelajari profil-profil emiten sebelum memutuskan berinvestasi di pasar saham. Jangan sampai melakukan kesalahan yang justru berujung pada kerugian.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni