Polemik Subsidi BBM, AAKI usulkan Strategi 3W

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 02 September 2022 | 07:47 WIB
Polemik Subsidi BBM, AAKI usulkan Strategi 3W
Suasana SPBU Lempuyangan yang normal pasca pembatalan kenaikan harga BBM, Kamis (01/09/2022). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komunitas pakar kebijakan publik yang tergabung dalam Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) mengusulkan tiga langkah yang dapat diambil Pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal di APBN. Seperti diketahui, dana subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022 melonjak tiga kali lipat hingga menyentuh Rp502 trilun. Angka ini bahkan diprediksi akan menembus Rp698 triliun sampai akhir tahun jika tidak ada langkah konkret mengatasinya.

Diberi-nama Skenario 3W, tiga langkah itu adalah wajib menyesuaikan harga BBM bersubsidi, wajib menyediakan bantalan pengaman sosial bagi masyarakat, dan wajib melakukan reformasi energi.

“Ini merupakan hasil kajian cepat AAKI untuk mempelajari urgensi dan dampak kebijakan penyesuaian subsidi BBM terhadap berbagai aspek,” tulis rilis AAKI yang ditandatangani Ketua Umum Dr–Ing Totok Hari Wibowo dan Wakil Ketua Dr Marcelino Pandin, Jumat (2/9/2022).

AAKI menilai pemerintah wajib menyesuaian subsidi dan kompensasi BBM dengan tujuan agar terpenuhinya prinsip-prinsip keadilan, persamaan kesempatan, dan inovasi. Prinsip keadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya pengalihan subsidi dan kompensasi BBM ke sektor lain yang lebih produktif dan berpihak ke rakyat paling membutuhkan bantuan, seperti di kesehatan dan pendidikan.

Baca Juga: Apa itu Panic Buying? Begini Definisi, Penyebab dan Contoh Peristiwa

Langkah penyesuaian subsidi ini sangat tepat sebagai koreksi penyaluran subsidi melalui harga BBM yang selama ini kurang tepat sasaran. Penguatan alokasi APBN ke sektor produktif akan lebih berkeadilan dan memberi persamaan akses bagi masyarakat untuk maju dan menaiki tangga status sosial ekonomi.

Selain itu, penyesuaian subsidi juga wajib diikuti dengan dorongan oleh pemerintah terhadap inovasi energi, terutama dalam peningkatan efisiensi energi dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Naiknya harga energi fosil membuka kesempatan bagi EBT yang selama ini mengalami banyak tantangan pada peraturan dan persaingan harga serta potensi munculnya resistensi pemain lama industri minyak dan gas yang selama ini mendapatkan keuntungan.

Kebijakan penyesuaian subsidi BBM berpotensi meningkatkan inflasi dan berupa kenaikan harga barang dan jasa yang dampaknya paling dirasakan oleh masyarakat ekonomi lemah dan kelompok rentan. Sejalan dengan reformasi dan asas desentralisasi, pengendalian inflasi bukan lagi hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah (Pemda) melalui pembentukan Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sejak tahun 2005 yang fungsi koordinasinya difasilitasi oleh Pokjanas TPI.

Oleh sebab itu, Pemda tidak boleh lepas tangan dan harus mulai bekerja untuk mengantisipasi segala dampak inflasi yang muncul akibat naiknya harga jual BBM akibat subsidi yang tidak tepat dicabut. Sementara pemerintah pusat wajib menyediakan bantalan berupa bantuan sosial untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Bagi pelaku usaha mikro dan kecil, wajib diberikan kompensasi dan insentif untuk mempertahankan produktivitas UKM yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia.

Baca Juga: Syarat Daftar Subsidi Tepat MyPertamina untuk Beli Pertalite dan Solar

Kenaikan harga BBM bersubsidi wajib menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi di industri energi Indonesia secara menyeluruh. Reformasi harus dimulai dengan pengadaan dan peningkatan kualitas data pendukung pembenahan tatakelola untuk merealisasikan ekonomi yang berkeadilan.

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan nanti data Registrasi Sosial Ekonomi perlu sekali dikinikan secara cepat dan akurat agar tersedia data lengkap tentang masyarakat miskin, masyarakat yang jatuh di bawah garis kemiskinan (miskin baru), serta miskin ekstrem. Hal ini sangat mendesak dan kritikal karena terkait dengan akurasi jangkauan kebijakan afirmasi terhadap kelompok target.

Data penduduk miskin dan miskin baru serta miskin ekstrem harus diperbaharui dan dibebaskan dari berbagai nuansa politis yang selama ini membuatnya kehilangan akurasi. Faktor lain yang menyebabkan bantuan sosial tidak terdeliver dengan tepat adalah data target yang tidak dirancang khusus untuk kebijakan afirmasi.

Maka dari itu, pemerintah perlu dengan segera melakukan desentralisasi manajemen data, termasuk di dalamnya pentahapan dan mekanisme pembaruan data yang dapat dilakukan secara simultan.

Sehingga, data tersebut misalnya bisa berbicara tentang peran wanita di sektor pertanian dan industri dalam mempertahankan ketahanan pangan, kepemilikan tanah wanita dan ekonomi rumah tangga khususnya di pedesaan sehingga program bantalan sosial pemerintah dapat memiliki daya ungkit dan dampak yang besar.

Desain APBN saat ini sudah sangat berpihak pada masyarakat miskin, namun harus ada political will dan keberanian untuk mereformasi APBN lebih lanjut guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas subsidi negara guna mendukung kebijakan yang membela masyarakat miskin, fokus pada penciptaan lapangan kerja dan memberi proteksi kepada lingkungan.

Konversi subsidi menjadi peningkatan pelayanan publik, bantalan sosial, fasilitas kesehatan, dana pendidikan, dan sebagainya dinilai penting dan mendesak untuk menghentikan pembengkakan subsidi BBM yang sebagian besarnya dibakar di jalanan oleh kelompok yang tidak eligible.

Selain itu, pemerintah juga wajib melakukan reformasi di perusahaan-perusahaan energi milik BUMN, termasuk transparansi detil perhitungan kompensasi yang diajukan bukan sekedar teknik akuntansi saja. Demikian pula, dibutuhkan empati dan solidaritas sosial dari para pengurus perusahaan BUMN kepada masyarakat dalam hal gaya hidup dan fasilitas yang sederhana. Institusi yang kuat di BUMN energi akan menjadi landasan utama transisi ketahanan energi Indonesia dalam 10-15 tahun ke depan.

Jika Strategi 3W ini dijalankan segera oleh Pemerintah, menurut AAKI, maka Indonesia sudah berada di jalan yang benar dan menjadi landasan Indonesia sejahtera di masa sekarang dan masa depan. Paling tidak suatu pengalaman proses perumusan, implementasi dan komunikasi kebijakan publik yang patut dibagikan pada saat G20.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI