Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat paripurna dalam rangka menyampaikan tanggapan Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Fraksi-fraksi atas RUU tentang APBN TA 2023 beserta Nota Keuangannya.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengatakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 dirancang dengan semangat optimisme namun tetap waspada.
"Optimisme dilandasi oleh pemulihan ekonomi hingga triwulan kedua tahun 2022 yang tumbuh mengesankan yaitu 5,44 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia ini termasuk yang tertinggi di G20 dan ASEAN," ujar Sri Mulyani di DPR RI, Jakarta, pada Selasa (30/08).
Menurut Menkeu, pertumbuhan ekonomi yang mengesankan itu ditopang oleh pemulihan permintaan domestik dari konsumsi yang masyarakat yang membaik, disertai dengan ekspor yang tumbuh tinggi akibat harga dan permintaan komoditas yang menguat.
Baca Juga: Risiko Resesi Meningkat, Target Penerimaan Pajak Tahun Depan Waspada Tingkat Tinggi
Sementara itu, inflasi di Indonesia juga dikatakan masih berada di tingkat moderat 4,94% pada bulan Juli 2022.
"Kinerja pertumbuhan dan inflasi hingga Semester-I 2022 ini memberikan landasan optimisme," katanya.
Meski demikian kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia kondisi ekonomi bisa saja berubah drastis dengan sejumlah ancaman yang akan datang.
"Namun, kita tetap menjaga kewaspadaan tinggi karena awan tebal dan gelap dalam bentuk inflasi, kenaikan suku bunga, pengetatan likuiditas, dan pelemahan ekonomi di negara-negara maju, serta ketegangan geopolitik bahkan mulai melanda perekonomian di Eropa, Amerika Serikat, dan RRT," katanya.
Beragam faktor penyebab ketidakpastian ekonomki tersebut dikatakan oleh Menkeu dapat menimbulkan rambatan negatif ke seluruh dunia, yaitu dalam bentuk krisis pangan dan energi akibat dari disrupsi rantai pasok dan kenaikan harga pangan dan energi dunia.
Baca Juga: Sri Mulyani: Subsidi BBM Diperkirakan Melebihi Kuota APBN 2022
Selain itu, kenaikan suku bunga juga menyebabkan gejolak di pasar uang dan arus modal ke luar dari negara-negara berkembang dan emerging.
"Ini berpotensi melemahkan nilai tukar dan memaksa suku bunga disesuaikan ke atas. Dampak rambatan global ini dapat mengancam perekonomiam Indonesia dalam bentuk tekanan harga atau inflasi, pelemahan permintaan, dan juga pelemahan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Dengan begitu, Menkeu mengungkapkan bahwa APBN 2023 akan kembali dihadapkan pada tantangan dan tugas berat sebagai shock absorber bagi masyarakat, ekonomi, dan negara. Meski begitu, kesehatan dari APBN itu sendiri tertap harus dijaga.
"Namun pada saat yang sama, konsolidasi fiskal untuk memulihkan dan menjaga kesehatan APBN itu sendiri harus terus dijaga dan dilaksanakan dengan disiplin dan konsisten," katanya.