Suara.com - Guru besar ilmu ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Muhammad Handry Imansyah menganggap kenaikan harga BBM tidak bisa dihindari karena beban subsidi yang besar namun salah sasaran.
"Kenaikan harga BBM memang tak dapat dihindari karena beban subsidi yang sangat besar dan salah sasaran," ujar dia, Minggu (28/8/2022).
Belakangan, kenaikan harga BBM subsidi memang terus menguat. Indonesia sendiri saat ini telah menjadi net importir BBM. Kuota subsidi jenis pertalite akan habis akhir September 2022 dan solar akan habis akhir Oktober 2022.
Handry mengatakan, skema subsidi jenis pertalite dan solar yang diterapkan pemerintah selama ini, dinilainya tidak tepat. Idealnya, kata dia, subsidi itu harusnya menyasar langsung masyarakat yang tidak mampu.
"Pemberian subsidi harga pada komoditas menyebabkan semua golongan masyarakat akan dapat menikmatinya," ujar penulis buku “Krisis Keuangan di Indonesia, Dapatkah Diramalkan?” (2009) itu.
Pengguna paling banyak mengkonsumsi dua jenis BBM itu adalah golongan mampu dan pengusaha besar, hal ini ia sampaikan berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional (Susenas).
Padahal, seharusnya, penyesuaian harga BBM mengikuti harga pasar dunia. Sedangkan, untuk golongan masyarakat tidak mampu diberikan bantuan oleh pemerintah.
"Sebenarnya, jumlah kelompok sasaran masyarakat berpendapatan rendah ini relatif rendah konsumsi BBMnya, sehingga memberikan bantuan kepada mereka melalui skema pembatasan konsumsi lebih mudah," ujarnya.
Sedangkan masyarakat lain di luar kategori itu, pikir Handry dibebaskan saja dengan harga pasar sehingga dana subsidi yang demikian besar dapat dimanfaatkan program pembangunan lainnya.
Baca Juga: Rektor UI Ari Kuncoro Setuju Harga BBM Naik 30-40 Persen, BEM UI Senggol Harta Kekayaan Naik Drastis
"Ketimbang subsidi yang salah sasaran," katanya.