Suara.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, MH Said Abdullah meyakini bahwa penerapan realokasi anggaran subsidi secara tepat sasaran bisa menekan dampak negatif dari peningkatan inflasi.
Menurut Said, parlemen berharap agar masyarakat juga mendukung rencana pengurangan beban subsidi energi melalui realokasi anggaran yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin.
Dia menyebutkan, nantinya anggaran tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM, fasilitas kesehatan dan pendidikan.
"Artinya, subsidi dialihkan dari si kaya ke si miskin yang benar-benar membutuhkan," imbuhnya.
Baca Juga: Ketua Federal Reserve Pidato Soal Inflasi, Harga Emas Turun 1,22 Persen
Bahkan, ungkap Said, kebijakan realokasi subsidi energi tersebut diyakini bisa meredam dampak yang muncul akibat lonjakan inflasi. Dia mencontohkan, dana subsidi energi itu bisa untuk mendorong produksi UMKM dan anggaran itu juga dapat difokuskan untuk subsidi BBM bagi pelaku UMKM yang teknisnya diintegrasikan dengan program perlindungan sosial.
Said menyebutkan, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, pada tahun ini pemerintah telah menganggarkan subsidi energi mencapai Rp 502 triliun.
"Dana tersebut hanya habis digunakan untuk mensubsidi harga energi yang saat ini sebesar 80 persen subsidi LPG 3 kilogram yang dikonsumsi masyarakat mampu," ujar Ketua Banggar DPR.
Lebih lanjut dia mengatakan, kelompok masyarakat mampu juga mengonsumsi Pertalite, sehingga kuota yang tersedia tidak mampu memenuhi permintaan.
"Perkiraan pemerintah, pada Oktober 2022, stok Pertalite habis, jika menyimulasikan dengan tren konsumsi sekarang ini," ucap Said.
Baca Juga: Menko Airlangga Klaim Indonesia Berhasil Tangani Inflasi Dibanding Amerika
Dia menilai, sejauh ini subsidi solar juga tidak tepat sasaran, karena gap harga solar bersubsidi dan nonsubsidi sangat besar. Sehingga, kata Said, perubahan pola subsidi BBM dan LPG menjadi keniscayaan yang harus diubah oleh pemerintah.
"Dana subsidi energi yang besar, idealnya dapat digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas bawah dan kegiatan yang produktif, misalnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur energi dan lain-lain," tutur Said.
Said memaparkan, besaran anggaran subsidi BBM bisa digunakan untuk membangun ruas tol baru sepanjang 3.501 kilometer dengan perkiraan investasi Rp142,8 miliar per km. Sedangkan, untuk pembangunan Sekolah Dasar (SD) bisa sebanyak 227.886 unit yang diperkirakan nilainya Rp2,19 miliar per unit.
Bahkan, lanjut dia, anggaran subsidi BBM bisa untuk membangun rumah sakit skala menengah sebanyak 3.333 unit, dengan nilai investasi Rp150 miliar per unit.
"Jika diperlukan untuk membangun Puskesmas, anggaran subsidi dan kompensasi BBM dapat digunakan untuk membangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp12 miliar per puskesmas," katanya.
Said menambahkan, saat ini Indonesia masih menghadapi indeks prevalensi kerawanan pangan yang tinggi.
"Realokasi anggaran subsidi energi bisa diarahkan untuk memperkuat program ketahanan pangan, karena kita masih hanya swasembada beras. Sementara, komoditas pangan lainnya, seperti daging, sayuran, gula hingga kedelai masih impor," tutur Said.
Selain itu, menurut dia, realokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi yang mengarah pada kemandirian energi.
"Latar belakang kebijakan ini penting untuk diketahui masyarakat, agar bisa mengerti, memahami dan akhirnya meyakini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi bukan semata-mata urusan fiskal APBN. Tetapi, mengalihkan agar lebih tepat sasaran, sehingga masyarakat kelas bawah lebih berdaya secara ekonomi," ujar Said.