Dampak Buruk Resesi Seks Terhadap Ekonomi Negara

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 25 Agustus 2022 | 18:45 WIB
Dampak Buruk Resesi Seks Terhadap Ekonomi Negara
Ilustrasi daftar negara resesi seks. (Pixabay/pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah negara maju di dunia seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura tengah alami resesi seks yang dikhawatirkan membawa dampak buruk pada ekonomi negara.

Pengertian resesi seks adalah merosotnya gairah pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah, hingga memiliki anak. Fenomena ini bisa terjadi lantaran perempuan lebih senang bekerja dan mencari uang alih-alih melahirkan atau mengurus anak. 

Resesi seks yang terus-menerus terjadi akan berdampak negatif pada aspek sosial dan ekonomi. Piramida penduduk akan berbentuk terbalik, yakni penduduk usia tua dan nonproduktif yang lebih dominan. Dengan demikian, hal ini akan menyebabkan kesulitan pencarian tenaga kerja yang pada akhirnya berdampak di sektor ekonomi. 

Melansit dari The Atlantic, fenomena resesi seks biasanya terjadi karena sejumlah faktor, di antaranya yaitu: 

Baca Juga: Jokowi bertemu Raja Eswatini membahas peningkatan kerja sama ekonomi

1. Seseorang dapat menemukan 'kesenangan' dengan cara lain 

Berdasarkan penelitian di Amerika, dari tahun 1992 hingga 1994, jumlah pria dilaporkan melakukan masturbasi dalam beberapa minggu tertentu meningkat dua kali lipat, menjadi sebanyak 54 persen. Begitu pula jumlah wanita yang melakukannya bahkan meningkat lebih dari tiga kali lipat, yakni menjadi 26 persen. 

Selain di Amerika dan China, sejumlah media melaporkan kaum muda di Jepang memandang jika seks sebagai aktivitas mendokusai atau "melelahkan". Sehingga, beberapa di antara mereka akan lebih sering mengunjungi toko onakura untuk melakukan masturbasi di depan karyawan wanita. 

Selain itu, kemudahan mengakses internet juga membuat seseorang mengakses laman pornografi yang kemungkinan berkontribusi dalam lonjakan tingkat masturbasi dengan perluasan trend resesi seks. 

2. Menganggap aktivitas seks menyakitkan 

Baca Juga: Wujudkan Keadilan Ekonomi, Wapres Sampaikan Empat Gagasan

Penyebab resesi seks lainnya yaitu anggapan jika seks adalah aktivitas yang menyakitkan. Dalam sebuah penelitian di tahun 2012 oleh Debby Herbenick, seorang peneliti aktivitas seks di University of Indiana di Bloomington, terdapat sebanyak 30 persen wanita merasakan sakit saat terakhir kali mereka melakukan hubungan seksual. 

3. Permasalahan ekonomi 

Menurut ahli epidemiologi asal Swedia Peter Ueda dan rekannya yang telah menganalisis data Amerika Serikat dari 4.291 pria dan 5.213 wanita, menemukan  antara tahun 2000 hingga 2018 an, tidak aktifnya kegiatan seksual meningkat di antara pria yang berusia 18-24 tahun dan 25-34 tahun. Sedangkan pada wanita berusia 25-34 tahun. 

Pria dengan pendapatan lebih rendah atau tidaj bekerja akan cenderung lebih tidak aktif secara seksual, termasuk pria dan wanita yang masih pelajar. Karena, masih banyak remaja yang tinggal bersama orang tua karena mereka belum bekerja, sehingga menjadikan mereka sulit untuk menemukan pasangan.

4. Tingkat pernikahan yang lebih sedikit 

resesi seks dapat terjadi karena tingkat pernikahan yang cenderung menurun. Mereka yang telah menikah umumnya akan mengatakan jika lebih banyak aktivitas seksual daripada mereka yang belum menikah. Sekarang ini, lebih sedikit anak muda yang mau untuk menikah atau berpasangan, sehingga menyebabkan lebih sedikit orang yang berhubungan seks. 

5. Stres karena pekerjaan dan kelelahan 

Stres karena pekerjaan dan kelelahan juga kemungkinan menjadi penyebab adanya resesi seks. Orang-orang yang seharian bekerja dan menanggung banyak beban, pada akhirnya mereka akan merasa Kelelahan dan tidak mendapatkan mood untuk behubungan seks. 

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI