Asosiasi Petani Sawit Minta Penghapusan Tarif Ekspor Diperpanjang Sampai Harga TBS di Atas Rp3.000

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 23 Agustus 2022 | 08:27 WIB
Asosiasi Petani Sawit Minta Penghapusan Tarif Ekspor Diperpanjang Sampai Harga TBS di Atas Rp3.000
Seorang petani sawit sedang memanen TBS sawit dan mengangkut menggunakan mobil. [ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung meminta pemerintah memperpanjang penghapusan tarif pungutan ekspor sawit.

"Sudah sewajarnya pemerintah tidak memberlakukan dulu pungutan ekspor sawit dalam waktu dekat, atau setidaknya memperpanjang periode relaksasi ini. Saya berpendapat supaya PE (pungutan ekspor) ini sementara dikesampingkan dulu sampai harga TBS Petani di atas Rp3.000/kg," kata Gulat, Senin (22/8/2022).

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Pemerintah melalui kemenkeu menghapus tarif ekspor produk kelapa sawit mulai 15 Juli-31 Agustus 2022 untuk mendorong percepatan ekspor terutama peningkatan harga  TBS di level petani dan berkontribusi terhadap penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) global.

Gulat mengatakan, relaksasi yang dilakukan pemerintah sebenarnya ditujukan agar ekspor sawit kembali bergairah. Kebijakan relaksasi diharapkan bisa membuat tangki-tangki penyimpanan yang dimiliki pabrik pengolahan CPO bisa memiliki ruang lebih longgar setelah ekspor kembali dilakukan.

Baca Juga: Bos Holding BUMN Perkebunan Ramalkan Harga Minyak Goreng Stabil pada Rp14.000 Hingga Akhir Tahun

Sehingga, ada ruang yang cukup bagi pabrik untuk kembali menyerap tandan buah segar (TBS) sawit petani dengan harga yang lebih baik.

Sayangnya, relaksasi yang berlaku hanya selama dua minggu itu belum bisa dirasakan dampaknya karena masa penerapannya yang dinilai terlalu singkat.

Menurut Gulat, butuh waktu lebih panjang agar satu kebijakan bisa memberikan dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat maupun pelaku usaha.

"Pemulihan ini membutuhkan waktu dan pemerintah harus hadir," imbuhnya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai kebijakan pungutan sawit tampaknya perlu dievaluasi.

Baca Juga: Kejagung Dalami Korupsi Rp 78 Triliun, Juragan Sawit Surya Darmadi Sakit Dada

Pasalnya, salah satu akar masalah terkait pungutan sawit adalah pemanfaatannya yang tidak tepat sasaran.

"Sama sekali tidak tepat sasaran dengan kita melihat dana pengelolaan dari kelapa sawit banyak yang kembali pada produsen pengolah dana sawit sekaligus eksportir kelapa sawit. Bahkan ada perusahaan yang untung dari subsidi biodiesel kelapa sawit," kata Nailul.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI