Suara.com - Harga minyak dunia melesat 3 persen pada perdagangan hari Kamis, setelah data ekonomi Amerika yang positif dan konsumsi bahan bakar AS yang kuat mengimbangi kekhawatiran bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara lain dapat melemahkan permintaan.
Mengutip CNBC, Jumat (19/8/2022) harga minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak USD2,94, atau 3,1 persen menjadi USD96,59 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melesat USD2,39, atau 2,7 persen menjadi menetap di posisi USD90,50.
Harga melejit lebih dari 1 persen selama sesi sebelumnya, meski Brent pada satu titik jatuh ke level terendah sejak Februari, karena tanda-tanda perlambatan meningkat di beberapa tempat.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melesat 1,5 Persen Seiring Menyusutnya Stok AS
"Harga minyak reli setelah data ekonomi AS yang mengesankan mendorong optimisme untuk prospek permintaan minyak mentah yang membaik," kata Edward Moya, analis OANDA.
Moya juga mencatat bahwa OPEC tidak akan membiarkan penurunan harga minyak baru-baru ini berlanjut lebih jauh.
Jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun minggu lalu, dan data periode sebelumnya direvisi lebih rendah, menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja tetap ketat meski momentum lebih lambat karena kenaikan suku bunga.
Sekjen Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) yang baru, Haitham Al Ghais, mengatakan bahwa penyusun kebijakan, legislator dan investasi sektor minyak dan gas yang tidak mencukupi harus disalahkan atas lonjakan harga energi, bukan kartel tersebut.
Pada pertemuan berikutnya di September, Al Ghais mengatakan OPEC Plus, yang mencakup pemasok minyak lainnya seperti Rusia, dapat memangkas produksi jika perlu, kami dapat menambah produksi jika perlu. Itu semua tergantung pada bagaimana keadaan berlangsung.
Baca Juga: Data Ekonomi Global Mengkhawatirkan, Harga Minyak Dunia Anjlok Lagi
Stok minyak mentah AS turun 7,1 juta barel dalam seminggu hingga 12 Agustus, menurut data Badan Informasi Energi, dibandingkan ekspektasi penurunan 275.000 barel, karena ekspor mencapai rekor 5 juta barel per hari (bph).