Revisi Bukan Solusi, Pemerintah Diminta Perkuat Penegakan Hukum di PP Nomor 109 Tahun 2012

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 16 Agustus 2022 | 09:01 WIB
Revisi Bukan Solusi, Pemerintah Diminta Perkuat Penegakan Hukum di PP Nomor 109 Tahun 2012
Tembakau merupakan bahan utama rokok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) kembali mendorong dilakukannya Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Kemenko PMK mengklaim revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 sejalan dengan Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 yang menargetkan turunnya perokok usia 10-18 tahun dari 9,1% menjadi 8,7% di tahun 2024.

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah perokok anak di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Prevalensi perokok anak telah mengalami penurunan dari 9,1% di tahun 2018 menjadi 3,81% di tahun 2020, tahun 2021 bahkan turun lagi menjadi 3,69%.

Oleh sebab itu, rencana revisi itu ditolak oleh berbagai kalangan, termasuk pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) lantaran PP 109/2012 tersebut masih relevan untuk diterapkan pada saat ini. Di sisi lain, pemerintah dianggap belum mengoptimalkan penegakan hukum yang berlaku dalam aturan tersebut.

"Kami melihat bahwa PP 109/2012 masih sangat relevan untuk mengendalikan rokok, karena di situ sudah ada pengaturan-peraturan larangan penjualan. Kemudian, terkait pembatasan iklan, kemasannya juga sudah ada peringatan bahaya kesehatan," kata Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi.

Ketimbang merevisi, Benny menghimbau agar pemerintah lebih gencar dalam menyosialisasikan PP 109/2012 kepada para penjual rokok.

"Kalaupun mau direvisi sebenarnya dilakukan dulu evaluasi, di mana menjalankan aturannya secara optimal. Karena menurut kami yang jadi masalah soal penerapannya. Banyak yang tidak tahu bahwa penjualan rokok itu diatur. Kemudian juga masalah penegakan hukum, itu juga belum ada," ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah lebih baik mencontoh pihaknya yang gencar melakukan edukasi terhadap para penjual agar bisa menurunkan angka perokok anak di bawah umur.

"Kami justru lakukan sosialisasi kampanye bahwa rokok bukan produk untuk anak. Pemerintah ada, enggak? Kami juga paham dilarang menjual rokok di bawah 18 tahun. Kadang penjualnya yang tidak paham terkait larangan dari pemerintah, saking tidak tahunya dan tidak tersosialisasi," ujarnya.

Baca Juga: Waspada! Vape Ternyata Lebih Bahaya dari Rokok Tembakau, Bisa Bikin Hubungan Ranjang Tak Harmonis

Benny menyebut revisi tidak dilakukan secara terburu-buru, karena harus dilakukan kajian bersama antara Kemenko PMK dan Kemenko Perekonomian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI