Suara.com - Staf Ahli Pansus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) DPD RI Hardjuno Wiwoho meminta pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI dihentikan.
Ia beralasan, hal ini berpotensi membuat anggaran untuk rakyat menjadi terbatas. Padahal, pembayaran obligasi rekap eks BLBI sudah dibayarkan selama 23 tahun sejak 1999 sekitar Rp50 triliun per tahun, yang diambil dari APBN.
“Sejak dahulu saya menyerukan untuk memberhentikan pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI, karena ini anggaran yang tidak produktif,” ujar Hardjuno dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Sehingga, ia berharap anggaran tersebut nantinya bisa dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti salah satunya yang sudah digelontorkan pemerintah melalui subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp500 triliun.
Baca Juga: Pertamina Diminta Kendalikan Volume BBM Subsidi, Menkeu: Agar APBN Tak Terganggu
Dengan pembayaran sekitar Rp50 triliun per tahun, ia mengatakan, total pembayaran obligasi rekap BLBI berpotensi mencapai Rp4.000 triliun hingga 2043.
Jumlah itu sangat fantastis jika dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia di tengah situasi yang sulit seperti sekarang.
Saat ini ekonomi Indonesia masih dibayangi oleh situasi ketidakpastian. Ditambah lagi, 800 juta jiwa penduduk dunia terancam kelaparan karena krisis yang terjadi.
Hardjuno menambahkan, hampir semua negara berada dalam tekanan keuangan hebat di tengah memanasnya geopolitik, perubahan iklim, dan kenaikan inflasi di tengah perlambatan ekonomi.
“Harga barang naik, tetapi pendapatan masyarakat menurun. Ini situasi berat sekali," tuturnya.
Baca Juga: Tolak Anggota DPD RI Naik Mobil Komando, Orator Demo Buruh: Kita Tidak Butuh Lobi-lobi!
Ia berharap permasalahan BLBI segera dituntaskan agar tidak menjadi catatan sejarah yang buruk bagi generasi mendatang, salah satunya dengan menghentikan pembayaran bunga subsidi obligasi rekap eks BLBI.