Suara.com - Setidaknya selama sepekan Ibu Kota Korea Selatan (Korsel), Seoul, terendam banjir yang merusak 2.800 rumah dan menewaskan sembilan orang menurut data terakhir.
Banjir di Seoul ini tidak sekadar masalah perubahan iklim yang menyebabkan hujan terparah dalam 80 tahun, namun juga menunjukkan ketimpangan sosial di Korsel.
Melansir Reuters, banjir tidak hanya merendam distrik Gangnam yang mewah. Tetapi juga merusak fasilitas di perumahan berpenghasilan rendah wilayah Sillim di Seoul barat daya.
Perumahan itu terletak di salah satu permukaan terendah di Kota Seoul. Saat banjir terjadi, orang-orang dari wilayah Sillim bahkan tidak bisa menyelamatkan satu pun harta benda mereka.
Baca Juga: Dubes Indonesia untuk Korsel Sambut Maudy Ayunda, Netizen Salfok Tatapan Sang Suami
Rumah-rumah yang mereka tinggali berada di bawah tanah, mirip dengan kediaman salah satu keluarga di film terkenal, Parasite yang beberapa saat lalu diganjar penghargaan dunia.
Sementara di kawasan yang lebih tinggi, penduduk hanya terjebak di apartemen yang masih kering meskipun jalanan dan mobil ikut tenggelam akibat banjir. Beberapa stasiun kereta bawah tanah juga telah di-nonaktifkan.
Data menunjukkan sedikitnya 2.800 fasilitas publik rusak di seluruh Korea Selatan. Ditambah dengan lebih dari 1.100 rumah tangga telah mengungsi.
Akumulasi curah hujan di Seoul sejak Senin tengah malam mencapai 525mm Jumlah ini menurut Administrasi Meteorologi Korea (KMA) jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Ketimpangan sosial di Korsel yang telah terjadi sejak puluhan tahun terbuka akibat banjir ini. Selama ini citra Korea Selatan khususnya Seoul adalah kota modern dengan industri hiburan yang mendunia.
Baca Juga: BLACKPINK Keluarkan Album Anyar Pakai Minyak Kedelai
Pemerintah Korea Selatan sendiri merancang Hallyu atau penetrasi budaya populer ke seluruh dunia sebagai strategi sosial-budaya yang dilakukan Korea Selatan.
Namun, berbagai sumber nasional mengatakan bahwa setidaknya sebesar 40 persen penduduk bekerja sebagai pekerja dengan bayaran rendah.
Ketidakmerataan ekonomi pada penduduk Korea Selatan ditambah dengan meningkatnya angka pengangguran pada pemuda di negara tersebut. Sehingga oleh para pemuda menyebut kondisi Korea Selatan sekarang dengan sindiran Hell Joseon yang banyak berkembang di media sosial.
Istilah Hell Joseon diambil dari kata Joseon yang merujuk pada dinasti yang menguasai semenanjung Korea pada abad pertengahan hingga abad modern awal. Nama tersebut diberikan sebagai sebuah ungkapan perasaan para penduduk usia kerja yang mengadu nasib akan susahnya mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi diri mereka.
Selain susahnya mencari pekerjaan, para pemuda usia kerja yang sudah memperoleh pekerjaan tetap merasakan bagaimana eksploitasi dunia kerja yang tidak adil.
Mereka mengeluhkan jam kerja yang tidak wajar namun dengan bayaran yang tidak memadai sehingga membuat mereka harus terbelenggu pada lingkaran kemiskinan.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni