Suara.com - Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menyebut, daerah butuh subsidi silang dari pemerintah pusat agar harga pesawat dari luar negeri ke Bali lebih murah.
"Sekarang harga tiket pesawat dari Australia ke Bali lebih mahal dibandingkan dari Australia ke Thailand," kata Wagub yang biasa disapa Cok Ace itu.
Melalui forum diskusi bertajuk Recover (Bali) Together: Menanti Solusi Kelangsungan dan Pemulihan Usaha ia mengatakan, harga tiket pesawat ke Bali yang mahal jadi tantangan untuk pemulihan pariwisata.
"Itu (harga tiket pesawat-red) kebijakannya di pusat. Oleh karena itu, kami mohon pada pusat. Kenapa kalau penerbangan ke daerah lain bisa disubsidi silang oleh negaranya, kenapa Indonesia tidak?" ucap pria yang juga Ketua PHRI Bali itu.
Baca Juga: Eks Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Dituntut 4 Tahun Dan Dicabut Hak Politiknya
Berkaitan dengan mahalnya harga tiket pesawat ke Bali, Cok Ace mengatakan pemerintah provinsi setempat sudah berusaha untuk memberikan masukan ke pemerintah pusat supaya harga tiket pesawat ke Bali bisa lebih wajar.
"Tiket yang mahal ini bagi wisatawan, kami bekerja keras untuk memperbaiki destinasi dan memberikan pelayanan yang terbaik, namun kembali lagi pada permodalan pengusaha," ujarnya, dikutip dari Antara.
Dampak pandemi COVID-19, pengusaha pariwisata Bali saat ini dihadapkan pada persoalan biaya operasional, SDM, hingga kewajiban untuk membayar hutang.
Ia menjelaskan, meski banyak hotel sudah beroperasi, tetapi sejatinya kamar yang siap "dijual" itu kisaran 40-60 persen dari total kamar yang dimiliki karena kerusakan sarana prasarananya akibat vakum selama dua tahun.
Tidak hanya itu, pelaku pariwisata di Bali tidak mudah juga untuk mendidik tenaga kerja profesional, karena tidak sedikit SDM pariwisata Bali yang profesional beralih bekerja di kapal pesiar.
Baca Juga: Adu Taktik Coach Teco Vs Almeida, Catat Jadwal, Prediksi, dan Head to Head Bali United Vs Arema FC
"Jika soft loan (pinjaman lunak) dikasi, andaikata hutang (relaksasi restrukturisasi kredit-red) ditunda hingga 2025, apakah selesai persoalannya? Tentu belum," kata Penglingsir (tokoh) Puri Ubud itu.
Ia lantas memprediksi kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali hingga akhir 2022 masih di bawah 2 juta orang. Jumlah tersebut terpaut jauh dengan kunjungan wisman sebelum pandemi sebanyak 6,3 juta jiwa.
Melalui forum diskusi itu Cok Ace mengharapkan ada rekomendasi yang berguna bagi semua kalangan dan rekomendasi yang bisa dilakukan pemerintah.
Sementara itu, salah satu narasumber, Agus Maha Usadha mengatakan perlu peran pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang sudah ada, agar pertumbuhan ekonomi Bali bisa mengikuti daerah lain di Tanah Air.
"Bali yang sebelum pandemi pertumbuhan ekonominya peringkat dua tertinggi, kini berada di posisi 31," ucap Agus.
Selain itu, Bali perlu dibantu secara regulasi, untuk bisa menyeimbangkan kebijakan pembiayaan yang diberikan oleh perbankan.
Ketua Umum Kadin Bali Made Ariandi berharap relaksasi restrukturisasi kredit penyelesaiannya bisa lebih profesional dan bersahabat.
"Kami terus berupaya untuk turut menjaga ekonomi Bali lebih stabil dan melalui talkshow ini dapat dicari solusi terbaik," ujar Ariandi.