Pengusaha Batu Bara Pilih Ekspor Dibanding Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Apa Alasannya?

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 11 Agustus 2022 | 09:25 WIB
Pengusaha Batu Bara Pilih Ekspor Dibanding Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Apa Alasannya?
Ilustrasi bongkar muat batu bara. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Harga batu bara yang naik signifikan membuat pengusaha emas hitam di Indonesia memilih menjual komoditas ini ke luar negeri dibandingkan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Hal ini disampaikan Menteri ESDM, Arifin Tasrif hinggga berpotensi menyebabkan kebutuhan dalam negeri menjadi tidak terpenuhi.

Padahal, Pemerintah diketahui sudah mewajibkan para perusahaan terkait untuk memenuhi sebesar 25% untuk kebutuhan dalam negeri.

"Kondisi harga batu bara yang cukup tinggi saat ini perusahaan cenderung untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik, karena ada disparitas harga yang demikian besar dan ini mengakibatkan potensi industri dalam negeri bisa mengalami kekurangan," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Baca Juga: Wuling Gandeng PLN untuk Mudahkan Kepemilikan Mobil Listrik

Bahkan, para pengusaha itu memilih untuk membayar sanksi demi bisa melakukan ekspor.

"Sanksi pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil menyebabkan perusahaan batu bara cenderung untuk lebih memilih membayar denda sanksi dan kompensasi, dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh," ujar dia.

Sehingga, Menteri ESDM menyebut, diperlukan badan layanan umum (BLU) DMO Batu Bara guna mendorong ketersediaan batu bara.

"Perlu kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara dalam negeri melalui penghimpunan, penyaluran dana kompensasi melalui badan layanan usaha DMO batu bara," kata dia.

Ia melanjutkan, saat ini pihaknya sudah menyerahkan surat penugasan terkait pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan total 18,89 juta ton.

Baca Juga: PLN Bangun Jaringan Listrik Antar Pulau Pertama di Sulawesi Tenggara

"Realisasinya sampai Juli sebesar 8 juta ton dari 52 perusahaan," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI