Suara.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu memaparkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi Indonesia, namun sejalan dengan perlunya mewaspadai risiko global yang sedang berlanjut.
“Kita melihat banyak sekali alasan untuk kita optimis, akan tetapi kita juga melihat cukup banyak alasan untuk kita Tetap waspada,” kata Febrio pada acara Tanya BKF dengan tema Capaian Perekonomian dan Mitigasi Risiko Global Ke Depan secara virtual, Senin (8/8/2022).
Febrio memaparkan performance perekonomian Indonesia yang cukup membanggakan. Salah satunya berasal dari kinerja export Indonesia yang menunjukan angka positif dalam 26 bulan terakhir, tingkat inflasi yang masih relatif terkendali dibandingkan dengan banyak negara lain, serta aktivitas ekonomi Indonesia sebesar 6,8 persen yang sudah berada di atas level pra pandemi 2019.
Aktivitas ekonomi tersebut meliputi sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, perdagangan, transportasi, akomodasi, dan pariwisata yang sudah berada di atas level pra pandemi.
Baca Juga: Kinerja Manufaktur RI Terus Bergairah, Kemenkeu: Pemulihan Domestik Jadi Faktor Utama
“Artinya perekonomian kita secara keseluruhan itu sudah 6,8% diatas PDB 2019 secara riil. Kalau Indonesia berhasil mencapai ini, ini merupakan prestasi tersendiri yang adalah hasil kerja keras kita semua sebagai bangsa,” kata Febrio.
Selain itu, Febrio juga mengatakan prestasi lainnya yang dicapai Indonesia saat ini adalah belanja negara kuartal I tahun 2022 yang mengalami pertumbuhan positif sebesar 6,4 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta tingkat kemiskinan tahun 2022 yang sudah berada diangka 9,54 persen atau sudah hampir mendekati tingkat kemiskinan pra pandemi 2019.
“Tingkat pengangguran juga merupakan pekerjaan rumah yang harus kita perbaiki. Akan tetapi kita ingin terus dorong ini supaya jumlah orang yang bekerja itu terus meningkat seiring berjalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus menguat,” ujar Febrio.
Dalam mencapai itu semua, Febrio mengatakan bahwa APBN sebagai shock absorber digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat, memberikan subsidi dan kompensasi energi, menjaga momentum pertumbuhan ekonomi serta menjaga defisit ekonomi ke arah 3,92 persen hingga akhir 2022.
“APBN sudah bekerja keras di tahun 2020, 2021 dan 2022. Inilah yang kita harapkan menjadi disiplin fiskal bagaimana cara pemerintah mengelola fiskalnya ke depan,” kata Febrio.
Baca Juga: Laju Inflasi Catat Tertinggi Sejak 2017, Anak Buah Sri Mulyani Masih Santai
Febrio mengungkapkan pertumbuhan penerimaan pajak per semester I 2022 yang mencapai 55,7 persen, atau setara 58,5 persen dari target APBN 2022. Meski membanggakan, tren harga komoditas perlu diwaspadai untuk tetap menjaga penerimaan baik dari sisi pajak maupun non pajak agar tetap positif.
“Bagaimana APBN itu tetap bekerja keras, siap untuk melakukan perannya sebagai shock absorber, akan tetapi arah dari konsolidasi nya juga bisa terjaga. Inilah yang harus kita kerjakan bersama-sama. Semoga kita terus bisa disiplin dan kerjasama dengan segala pihak baik dari sisi pemerintahnya maupun masyarakatnya, dan juga dari DPR nya kita bisa terus lakukan dengan sangat baik,” kata Febrio.