Suara.com - Pemerintah diminta untuk segera membentuk Badan Layanan Umum atau BLU batu bara. Hal ini untuk menjamin pasokan domestik di tengah situasi harga batu bara yang terus meninggi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Muhammad Arif menegaskan, disparitas harga yang terjadi belakangan ini menyebabkan pasokan batu bara PT PLN tersendat. Sebab, sebagian besar penambang batu bara lebih memilih ekspor.
"Kami mendukung Pemerintah untuk segera meresmikan BLU agar jadi solusi disparitas harga," kata Arif dalam Diskusi Publik BLU Batu Bara di Jakarta Kamis (4/8/2022).
Untuk diketahui, harga batu bara di pasar Ice Newcastle pada Selasa (2/8) bertengger di USD388 per ton. Sedangkan harga batu bara untuk kelistrikan dipatok sebesar USD70 per ton.
Baca Juga: Pembiayaan Usaha Ultramikro (UMi) Telah Mencapai Rp 22,04 Triliun
"Tingginya harga batu bara dunia tentu membuat penambang lebih memilih ekspor. Sehingga dibutuhkan mekanisme yang bisa menjembatani agar tidak terjadi disparitas," ujar Arif.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study, Marwan Batubara menjelaskan, melalui mekanisme BLU, nantinya PLN tetap akan membayar pada dasar indeks harga USD70 per ton, kemudian selisih dengan harga pasar akan dibayarkan melalui skema gotong royong dalam BLU.
"Pemasok batu bara PLN akan menagihkan pembayaran dalam dua invoice, yaitu sebesar perhitungan atas USD70 per ton ditagihkan ke PLN, selebihnya selisih ditagihkan ke BLU," ungkapnya.
Adapun BLU Batu Bara tersebut akan menarik iuran dari para penambang berdasarkan setiap transaksi penjualan setelah harga dilepas pada mekanisme pasar. Iuran itu dialihkan untuk menambal harga yang dibayarkan PLN dari patokan USD70 per ton.
Baca Juga: Pengusaha Tak Masalahkan Ada BLU Batu Bara, Asal Ekspor Jalan