Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat ada sisi buruk dalam transformasi layanan perbankan menjadi digital. Salah satunya, potensi serangan siber dalam layanan digital perbankan tersebut.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 1 OJK Teguh Supangkat menjelaskan, risiko serangan siber yang akan terjadi berakibat pada kebocoran/pencurian data nasabah.
"Bank juga perlu memperhatikan potensi risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya antara lain security and system failure risk, digital blackout, maupun potensi sistemik akibat digital bank-run," ujarnya dalam media briefing virtual, Kamis (4/8/2022).
Teguh mengungkapkan, berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sektor keuangan utamanya perbankan merupakan yang berisiko tinggi menjadi target serangan siber.
Baca Juga: Lewat Aturan Baru, OJK Minta Perbankan Mulai Transformasi Layanan ke Digital
Tercatat dalam data BSSN, sektor keuangan menempati posisi kedua sebagai target serangan siber sebesar 21,8% dengan trafik serangan siber mencapai 1,637 miliar pada tahun 2021.
"Diantara kasus serangan yang dominan antara lain serangan ransomware dan phishing," kata dia.
Oleh karena itu untuk meningkatkan resiliensi sektor perbankan atas berbagai pola baru serangan siber, tutur Teguh, bank perlu melakukan berbagai upaya untuk menjaga ketahanan dan keamanan siber secara berkelanjutan.
"Beberapa hal yang dapat dilakukan bank antara lain dengan melakukan pengujian keamanan siber, penilaian sendiri atas tingkat maturitas keamanan siber serta pelaporan insiden siber," ucapnya.
Baca Juga: Temui Wapres, OJK Diminta Terus Kembangkan Jasa Keuangan Syariah