Suara.com - Keuangan Garuda Indonesia sebelumnya sempat jadi sorotan setelah diketahui maskapai pelat merah tersebut menanggung utang hingga Rp142 triliun pada Juli 2022 lalu.
Namun kini, Garuda Indonesia (GIAA) sukses mencatat penurunan kerugian yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada kuartal I-2022 menjadi USD 224,66 juta.
Padahal pada periode yang sama kerugian GIAA mencapai USD 384,35 juta. Ini sama artinya kerugian Garuda turun sekitar Rp3,3 triliun dengan penyusutan kerugian 41,55%.
Per Maret 2022 diketahui pendapatan perseoran adalah USD 350,16 juta yang sebagian besar berasal dari penerbangan berjadwal, yakni mencapai USD 270,57 juta. Pendapatan lain diperoleh dari penerbangan tidak berjadwal sebesar USD 24,08 juta dan penerbangan lainnya yang mencapai USD 55,50 juta.
Baca Juga: Horor Penampakan Kuburan Pesawat Terbang di Bogor, Diangkut dari Bandara Pakai Ini
Di samping mengandalkan pendapatan, faktor lain yang mempengaruhi keuangan Garuda Indonesia adalah menyusutnya beban usaha perseroan akibat menurunnya beban operasional penerbangan.
Penyusutan tersebut mencapai USD 526,34 juta atau sekitar 25%, sedangkan total biaya operasional penerbangan sekitar USD 300 juta. Biaya beban lain yang mesti ditanggung adalah beban pemeliharaan dan perbaikan senilai USD 108,82 juta, beban umum dan administrasi USD 35,2 juta, dan beban bandara USD 32,16 juta.
Semua beban yang disebutkan di atas menyusut jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Satu-satunya beban yang meningkat adalah beban promosi dan penjualan tiket menjadi USD 24,32 juta.
Dengan profil fluktuasi keuangan di atas, total aset Garuda Indonesia pada kuartal I-2022 turun menjadi USD 7,05 miliar sementara liabilitas naik menjadi USD 13,38 miliar.
Sebelumnya pada pertengahan 2022 Daftar Piutang Tetap (DPT) per 14 Juni 2022 memerinci perusahaan pelat merah Garuda Indonesia memiliki utang terhadap 501 kreditur. Emiten berkode saham GIAA ini mengakumulasi utang Rp142,42 triliun dengan rincian tagihan terdiri dari daftar piutang tetap kepada 123 lessor sebesar Rp104,37 triliun.
Baca Juga: Jokowi Telah Sampai di China, Selasa Ini Bertemu Xi Jinping
Kemudian utang juga ditanggung Garuda Indonesia kepada 23 kreditur non-preferen sebesar Rp3,95 triliun, dan 300 kreditur non-lessor sebesar Rp34,09 triliun.
Manajemen Garuda Indonesia memiliki beberapa skenario dalam penyelesaian utang yang mencapai lebih dari Rp142 triliun tersebut. Opsi-opsi ini nantinya akan disesuaikan dnegan karakteristik masing-masing kreditur.
Beberapa opsi yang ditawarkan adalah penyelesaian kewajiban usaha melalui arus kas operasional dan konversi nilai utang menjadi ekuitas. Di samping itu Garuda Indonesia akan menawarkan pengubahan ketentuan pembatyaran utang dalam jangka panjang serta penawaran instrumen restrukturisasi dalam bentuk surat utang atau ekuitas.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni