Kebijakan Sri Mulyani Batasi Produksi Rokok KLM Dinilai Bisa Optimalkan Penerimaan Negara

Senin, 01 Agustus 2022 | 19:44 WIB
Kebijakan Sri Mulyani Batasi Produksi Rokok KLM Dinilai Bisa Optimalkan Penerimaan Negara
Ilutrasi tembakau. [ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menetapkan batasan produksi baru dalam Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM).

Penetapan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

Keputusan Sri Mulyani dinilai sebagai langkah tepat mengoptimalkan penerimaan negara, sekaligus melindungi pabrikan kecil.

Kebijakan sejenis semestinya bisa berlaku bagi rokok biasa, khususnya agar peran cukai hasil tembakau (CHT) sebagai instrumen pengendalian konsumsi bisa tercapai.

Baca Juga: Angka Perokok Anak-Anak Masih Tinggi, Revisi Aturan Tentang Produk Tembakau Perlu Dilakukan

Ahli Kebijakan dan Keuangan Publik Deddi Nordiawan mengatakan, struktur tarif CHT saat ini memiliki celah yang bisa dimanfaatkan untuk pabrikan besar dan maupun asing membayar tarif yang lebih murah.

"Ini yang membuat penerimaan negara kurang optimal dan konsumsi rokok sulit terkendali karena banyaknya rokok murah. Padahal Indonesia sedang membutuhkan biaya yang besar untuk pemulihan ekonomi dan berjuang mengendalikan konsumsi," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/8/2022).

Ia menilai, optimalisasi kebijakan cukai semestinya tidak hanya sebatas tarif dan harga, melainkan keseluruhan struktur cukai itu.

Deddi menyebut, pemerintah telah mampu menetapkan perbedaan pabrikan besar dengan pabrikan kecil dalam produksi KLM secara jelas.

Apalagi, pemerintah berani menetapkan batasan produksi kelompok cukai KLM tertinggi hanya 4 juta batang per tahun.

Baca Juga: Kemenperin Nilai PP 109/2012 Masih Relevan dengan Industri Hasil Tembakau

"Ini merupakan kebijakan yang realistis untuk pabrikan kecil KLM, hal yang sama seharusnya dapat diterapkan di kebijakan cukai rokok biasa," kata dia.

Deddi mengatakan, kebijakan batasan produksi untuk rokok biasa cukup kontras dibandingkan dengan rokok KLM.

"Batasan produksi tertinggi pada rokok hingga mencapai tiga miliar batang, masih mudah sekali untuk dimanfaatkan oleh perusahaan besar membayar cukai lebih murah, dengan cara beralih ke golongan 2 yang selisih cukainya sangat lebar," imbuh dia.

Inilah yang memicu perusahaan-perusahaan besar dan asing dapat menikmati tarif cukai murah asalkan produktivitas mereka kurang dari 3 miliar batang per tahun.

"Tidak heran jika produksi rokok di golongan 2 meningkat," katanya.

Sebelumnya, Menkeu menerbitkan peraturan Nomor 109/2022 yang membagi cukai KLM menjadi dua kelompok tarif. Pabrikan Kelompok 1 yang memproduksi lebih dari 4 juta batang dipungut cukai dan harga jual eceran lebih tinggi.

Adapun Pabrikan Kelompok II yang memproduksi KLM di bawahnya diberikan tarif cukai dan HJE lebih rendah. Kebijakan ini terutama bertujuan untuk melindungi pabrikan rumahan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI