Suara.com - Resesi Amerika Serikat tampak di depan mata. Penyebab AS resesi pun disinyalir lantaran Federal Reserve atau The Fed menaikkan suku bunga acuan yang dapat menyebabkan melambatnya pemulihan ekonomi. Bank sentral Amerika Serikat tersebut juga dinilai tak akan mampu memulihkan inflasi.
Kenaikan suku bunga itu justru menambah penyebab resesi AS. Apalagi indikator semacam aktivitas produksi manufaktur dan daya beli konsumen makin melemah.
Kepala Strategi Global TD Securities, Richard Kelly menambahkan kebijakan bank sentral itu diperparah dengan kenaikan harga minyak dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Ketiganya menjadi penyebab utama inflasi. "Peluang resesi dalam 18 bulan ke depan lebih besar dari 50%," tambah Kelly seperti dilansir CNBC Internasional.
Kondisi ini membuat pelemahan ekonomi menjadi sangat mungkin. Namun, sulit diprediksi kapan akan membaik. Dampak dari lonjakan harga minyak dan gas setelah invasi Rusia ke Ukraina dan kenaikan suku bunga Fed yang berkelanjutan dapat membebani ekonomi pada akhir tahun atau hingga awal 2023, imbuhnya.
Amerika Serikat (AS) secara teori telah terjerumus ke dalam resesi ekonomi setelah mencatatkan dua kali berturut-turut pertumbuhan negatif dalam dua kuartal dalam tahun yang sama. Dampak resesi AS ke Indonesia bisa sangat terasa dalam waktu dekat.
Biro Statistik Amerika Serikat mengumumkan produk domestik bruto (PDB) AS di kuartal II/2022 mengalami kontraksi atau negatif 0,9% secara tahunan (year-on-year/yoy). Padahal di kuartal I/2022 yoy, pertumbuhannya pun tercatat negatif 1,6%. Walau bukti ini telah dikemukakan Biro Statistik, Menteri Keuangan Janet Yellen membantah negaranya jatuh dalam jurang resesi.
Menurut Yellen resesi tidak hanya disimpulkan dari segi pertumbuhan PDB. Faktor-faktor yang lebih luas mesti dilihat seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), penutupan bisnis, dan penurunan daya beli rumah tangga masyarakat. Kendati begitu, Yellen mengakui AS kini mengalami inflasi sekitar 9% sejak Juni 2022 lalu.
Penurunan kegiatan ekonomi akibat resesi ekonomi bukan tidak mungkin akan menimbulkan depresi. Depresi ekonomi ditandai dengan resesi yang lebih parah sehingga membuat perusahaan bangkrut, investasi gagal, dan banyak pengangguran.
Jika hal ini terjadi, maka negara akan kehilangan sumber pemasukan. Efeknya akan mempengaruhi perdagangan di seluruh dunia terganggu mengingat dolar Amerika adalah mata uang yang digunakan dalam perdagangan internasional.
Baca Juga: TXT Sukses Debut di Panggung Festival Amerika Lollapalooza 2022
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni