Suara.com - Lembaga filantropi di Indonesia kini tak lagi bisa asal mengumpulkan uang atau melakukan penggalangan dana alias donasi usai adanya kasus Aksi Cepat Tanggap yang terkuak belakangan ini.
Pasalnya, Menteri Sosial (Mensos) RI Tri Rismaharini menegaskan, pengawasan akan ditingkatkan dengan pembentukan satgas khusus yang mengawasi filantropi di Indonesia.
"Saat itu, mekanismenya pengawasan kita masih lemah. Ini saya mau siapkan tim untuk monitoring lembaga filantrofi secara rutin," ujar Mantan Wali Kota Surabaya tersebut.
Satgas tersebut nantinya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mengawasi lembaga filantropi, termasuk penyaluran dana ke luar negeri.
Baca Juga: Buntut Kasus Dugaan Penyelewengan Dana Umat ACT, Mensos Risma Bentuk Satgas Awasi Lembaga Filantropi
Sebelumnya diwartakan, ijin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT telah dicabut Kemensos pada awal bulan Juni lantaran ACT terbukti menggunakan 13,7 persen dana donasi untuk kebutuhan operasional.
Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, yang mengatakan bahwa lembaga pengumpulan dana hanya diizinkan maksimal menggunakan 10 persen dari donasi untuk operasional.
Selain itu, ACT juga diduga menggunakan dana santunan dari Boeing untuk keluarga korban Lion Air JT 610 untuk hal lain seperti pembangunan ponpes hingga modal koperasi syariah 212, sehingga mengindikasikan penyelewengan. Selain itu, ada dugaan penyaluran dana ACT untuk negara yang berisiko tinggi dalam modal terorisme.
Saat ini, sejumlah petinggi ACT sudah diamankan termasuk Pendiri dan mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Hariyana Hermain dan Novariandi Imam Akbari.
Baca Juga: Resmi Jadi Tersangka, Empat Petinggi ACT Dicekal Keluar Negeri