Suara.com - Kondisi pangan Indonesia selama tahun 2022 ini diklaim aman meski sejumlah kebutuhan dalam negeri masih harus dipenuhi dengan impor.
“Impor pangan dan defisit neraca perdagangan diperkirakan akan meningkat dibandingkan 2021. Bila panen padi musim gadu terganggu, harga beras akan naik relatif tinggi mulai Agustus 2022 sampai Januari 2023,” kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas dalam Diskusi Media CORE, Rabu (27/7/2022).
Menurut dia, ketahanan pangan Indonesia cukup baik sebagaimana tampak dari indeks ketahanan pangan Indonesia sebesar 59,2 yang menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 113 negara pada 2021.
Produksi padi dalam 20 tahun terakhir relatif stabil di sekitar 54 juta ton per tahun. Meski tahun ini, produksi beberapa komoditas pangan akan menurun seperti gandum yang turun 1 persen dari 778,3 juta ton dari tahun sebelumnya menjadi 770,3 juta ton karena kekeringan di Uni Eropa, sementara perang Rusia dan Ukraina membuat distribusinya terganggu.
Baca Juga: 4 Manfaat Beras Shirataki, Tak Cuma Bagus untuk Program Diet
Produksi serealia juga diperkirakan turun 0,6 persen dari 2,80 miliar ton menjadi 2,79 miliar ton di 2022. Pada saat yang sama produksi beras dunia diproyeksi turun 0,4 persen dari 522,5 juta ton menjadi 520,5 juta ton.
Produksi biji-bijian kasar juga akan menurun dari 1,50 miliar ton menjadi 1,50 miliar ton atau turun 0,5 persen pada 2022.
Pada saat yang sama, beberapa komoditas pangan mengalami peningkatan produksi, seperti minyak nabati dan kedelai, yang menyebabkan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit, mengalami penurunan harga.
“Karena itu pendapatan Indonesia dari ekspor minyak sawit dan produknya akan turun. Ekspor dan surplus pertanian Indonesia pun akan lebih rendah dari 2021,” pungkasnya.
Baca Juga: Cadangan Beras Indonesia Capai Target, Dirut Bulog: Tidak Perlu Impor