Suara.com - Inovasi penggunaan singkong sebagai bahan utama pengganti gandum dalam pembuatan mie belakangan semakin banyak direkomendasikan seiring konflik Rusia dan Ukraina yang belum membaik.
"Rasanya enak, lembut, dan juga sehat. Nyaman di perut," kata Wakil Ketua DPR RI Koordinasi Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel usai usai menikmati dua sajian mi berbahan baku singkong di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/7/2022).
Dalam laporan Antara, Rachmat Gobel menikmati satu sajian mi cup dan kemudian ia menikmati satu sajian mi saset.
Anggota Komisi XI DPR RI Charles Meikyansyah dan Anggota Komisi VI DPR RI Subardi juga ikut menikmati hidangan mi berbahan baku singkong tersebut.
Baca Juga: 8 Fakta Menarik Axel Matthew Thomas, Sudah Tidak Makan Mie Instan demi Hidup Sehat
Mereka menerima pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) yang dipimpin Ismed Hasan Putro, yang memproduksi mi berbahan baku singkong dengan nama merek Mie Haji.
"Inovasi ini patut disambut dengan gembira. Apalagi dipromosikan sebagai mi sehat," kata mantan Menteri Perdagangan itu.
Menurut Gobel, selama ini masyarakat sudah biasa dengan mie berbahan bau gandum. Padahal, gandum adalah salah satu komoditas dari Rusia dan Ukraina serta Indonesia masih mengimpor. Konflik keduanya jelas berpotensi mengganggu pasokan sekaligus meningkatkan harganya.
"Di tengah perubahan iklim dan konflik Rusia-Ukraina, inovasi mi berbahan lokal ini menjadi bermakna strategis. Karena dunia sedang dihadapkan pada masalah ketersediaan pangan," katanya.
Penggunaan bahan baku lokal ini, lanjutnya, akan bagus untuk para petani dan memiliki dampak pada ekonomi nasional,serta berpengaruh terhadap pemerataan ekonomi, dan akan membantu UMKM untuk memasok beragam bahan pendukung lainnya.
Baca Juga: Harga Mie Instan Makin Mahal Efek Perang Rusia dan Ukraina
"Saya harap ini bisa ditiru oleh produsen mi instan lain agar beralih ke penggunaan bahan baku lokal," ujar Rachmat Gobel.
Menurutnya, ke depan pangan akan menghadapi masalah akibat perubahan iklim dan juga akibat konflik global. Saat ini saja, lanjutnya, harga-harga kebutuhan pangan melonjak akibat kekurangan pasokan karena gagal panen dan kesulitan distribusi akibat konflik antarnegara.
Karena itu, kata dia, kemandirian penyediaan bahan pangan merupakan suatu keharusan. "Masalah kedaulatan pangan merupakan masalah strategis yang harus menjadi kepedulian kita semua," kata Rachmat Gobel.
Indonesia adalah negeri pengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia setelah China. Berdasarkan data World Instant Noodles Association, pada 2021 konsumsi mi instan di Indonesia mencapai 13,27 miliar bungkus. Sedangkan berdasarkan data BPS, secara rata-rata dalam setahun tiap penduduk Indonesia mengkonsumsi 48 bungkus mi instan. Hal ini menunjukkan pangsa pasar mi instan di Indonesia sangat besar.
Pada kesempatan itu Rachmat Gobel menyarankan untuk menyertakan koperasi agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi sebagai investor. "Biasakan libatkan masyarakat dalam bentuk koperasi," katanya. Selain itu, ia menyatakan agar tumbuh perlahan saja dan tidak terburu-buru.