Suara.com - Inflasi di Asia Tenggara saat ini terpantau sangat fluktuatif di masing-masing negara. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa negara dengan inflasi tinggi bisa terancam bangkrut.
Data dari Tradingeconomics yang dirilis pada Desember 2021 menunjukkan bahwa tingkat inflasi tertinggi di Asia Tenggara terjadi di Myanmar. Di negara yang tengah dilanda konflik sipil melawan militer tersebut, inflasi mencapai 12,63 persen.
Di bawahnya secara berturut-turut inflasi tinggi terjadi di Laos (9,9 persen), Thailand (7,1 persen), Kamboja (6,3 persen), dan Filipina (5,4 persen).
Setelah itu, inflasi yang cukup tinggi juga terjadi di Singapura (5,4 persen), Indonesia (3,5 persen), Vietnam (2,8 persen), Brunei Darussalam (2,8 persen), dan terakhir Malaysia (2,3 persen).
Baca Juga: Disebut Kekanak-kanakan, PSSI Serang Balik Mantan Pelatih Thailand
Sementara itu, laporan Center for Strategic and International Studies di Amerika Serikat menjelaskan bahwa negara-negara di dunia telah mengalihkan fokus dari Covid-19 menuju pemulihan pasca-pandemi.
Namun, konflik Rusia dan Ukraina justru mempercepat inflasi global akibat gangguan rantai pasok komoditas. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus rencana pemulihan ekonomi bisa terjerumus dalam keadaan yang membahayakan.
Penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa kini harga-harga komoditas naik 75 persen dari masa pra-pandemi.
Bank Dunia juga memperkirakan bahwa harga pangan akan naik 20 persen sebelum akhir tahun. Kenaikan harga terlihat jelas di Asia Tenggara, di mana rata-rata tingkat inflasi meningkat sebesar 3,8 persen dari Januari 2021 hingga April 2022.
Indonesia dan Malaysia telah menempatkan kebijakan yang mampu memproteksi kenaikan biaya pangan dan energi. Tingkat inflasi indonesia sejauh ini masih berada di bawah target Bank Indonesia sebesar 2 hingga 4 persen.
Baca Juga: AFF Belum Juga Respons Surat Protes PSSI, Iwan Bule: Mungkin Minggu Ini
Pada April, pemerintah melarang ekspor minyak sawit, yang banyak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, demi meringankan harga bagi konsumen domestik.
Namun, kebijakan ini hanya akan menggeser beban inflasi ke negara-negara lain. Pasalnya Indonesia memasok 60 persen minyak sawit dunia dan larangan ekspor menyebabkan harga minyak nabati berlipat ganda di pasar global. Indonesia juga telah memberikan subsidi untuk bahan pokok seperti jagung dan kedelai.
Inflasi telah berdampak pada setiap negara di Asia Tenggara, bahkan ketika tingkat pertumbuhan ekonomi pascapandemi secara keseluruhan tetap tinggi.
Perkembangan global, termasuk keputusan Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunga AS untuk memerangi inflasi, akan mempersulit pemulihan kawasan dengan cara yang tidak pasti. Namun jelas bahwa Asia Tenggara, seperti seluruh dunia, akan bergulat dengan kenaikan inflasi untuk beberapa waktu mendatang.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni