Suara.com - Usai Covid-19, kini krisis pangan menerpa dunia. Pemerintah tentu tak tinggal diam, Pemerintah hadir menghadapi krisis pangan dunia, sigap bersiap dan memastikan terus menjaga serta meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Salah satu terobosan Kementerian Pertanian melalui program unggulan Ditjen Perkebunan yaitu Sagunesia “Sagu untuk Indonesia”, menjawab tantangan krisis pangan dunia. Potensi sagu Indonesia 85% dari total sagu dunia.
Sagu memiliki potensi yang luar biasa, siapa yang tak kenal sagu, selain sebagai bahan baku industri, bahan pakan, sumber energi, sagu juga merupakan bahan pangan yang dapat dikreasikan menjadi beragam olahan makanan.
"Direktorat teknis harus mempersiapkan langkah dan prediksi yang akan terjadi kedepannya, agar kebun yang ada saat ini bisa memenuhi kebutuhan kedepannya. Perlunya perkuat teknologi agar menghasilkan produksi dan produktivitas yang berkualitas dan bernilai tambah, serta kejelasan target pasar atau industrinya, sehingga UKM atau koperasi yang sudah kita bangun terjamin atau memiliki target pasar yang jelas, apalagi ditengah perubahan iklim yang terjadi, pandemi covid dan akibat perang Ukrania-Rusia yang tak dapat dipungkiri mempengaruhi distribusi pangan dunia. Potensi sagu Indonesia yang besar ini dapat menjadi solusi ditengah krisis ini," ujar Andi Nur Alam Syah, Direktur Jenderal Perkebunan.
Baca Juga: Mentan Ajak Petani Perbanyak Penggunaan Pupuk Organik
Andi Nur menambahkan, pengembangan sagu perlunya memberdayakan petani lokal dan memperhatikan positioning dan kemasan produk sagu agar dapat bersaing dipasar global dengan penguatan pasar produk turunannya termasuk melalui e-commerce.
“Tentunya perlu sinergi seluruh pihak dalam mengembangkan sagu, baik pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha perkebunan, pakar praktisi dan pekebun serta pihak terkait lainnya. Selain itu perlu penataan dari aspek perbenihan, infrastruktur, penyediaan alsintan yang akan digunakan untuk menghasilkan produk turunan sagu, perkuat koperasi atau kelembagaan pekebun, peningkatan SDM, dan mendorong pemanfaatan KUR kredit serta investasi. Diharapkan sagu dapat dikembangkan secara luas dan sebagai motor penggerak perekonomian negara,” kata Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Hendratmojo Bagus Hudoro.
Menurut Prof. H.M. Bintoro selaku Pakar Sagu dan Ketua Masyarakat Sagu Indonesia, Lahan pertanian terutama padi berkurang 2%. Sagu diharapkan dapat mengatasi permasalahan pangan di Indonesia maupun dunia.
Saat ini konsumsi lokal yang cukup tinggi yaitu di Meranti, Bangka, dan Kendari, dan Halmahera juga memiliki potensi besar. Di Sulawesi Tenggara, Konawe, Petani bisa memperoleh 10 -15 juta perbulan.
Pemanfaatan sagu untuk beras sagu, kue, mie sagu dan gula cair dari sagu dimana sudah ada teknologinya tinggal diperkuat pembinaan pengawalan dalam pengembangannya.
Baca Juga: 10 Jenis Bahan Pangan yang dapat Menguatkan Fungsi Otak Terkait Penyakit Stroke dan Jantung
Pengembangan sagu perlu diperhitungkan nilai keekonomiannya sehingga menarik bagi korporasi. Selain saguintercropping dengan palawija dan sayuran dapat menambah pendapatan petani.
Menurut, Dwi Asmono, selaku Praktisi Pelaku Usaha, Sampoerna Agro Tbk, mengembangkan potensi sagu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, konsep pendanaan atau pembiayaan jangka panjang dan komitmen yang kuat. Melihat kondisi pasar dalam negeri maka diperlukan upaya bagaimana meningkatkan kualitas produk pati dan mendorong ekspor dan regulasi sebagai insentif bagi pelaku usaha sagu.
Pada kesempatan yang sama, Prof Agnes Rampisela, selaku Pakar Sagu serta Dosen Universitas Hasanuddin, menyampaikan terkait pengembangan gula cair sagu, pihaknya fokus bagaimana mendorong sagu kering, pembibitan dan demo atau pembinaan terkait industri gula cair dari sagu.
“Sagu masyarakat meranti riau, 80% sagu diolah untuk pembuatan mie soun. Perlu meningkatkan packaging atau kemasan mie soun. Selain itu juga sudah ada pabrik mie gelas sagu di bangka. Dalam pengembangan sagu perlunya dukungan mesin pengolahan sagu yang tepat sehingga kualitas hasil olahan bisa lebih baik serta didukung kemasan yang menarik di pasar global,” ujar Utama Kajo dari Masyarakat Sagu Indonesia.
Charles, Pelaku Usaha Sagu dari Sagolicious, menyampaikan dirasa sangat perlu mempertimbangkan konsistensi atau keberlanjutan supplai sagu secara rutin.
Sebagai salah satu contoh ada penawaran dari perusahaan Jepang yang sangat tertarik dengan sagu Indonesia, khususnya untuk bahan baku yang akan diolah menjadi bakso, untuk itu ketersediaan atau supplai bahan baku sangat penting dan harus jelas serta terjamin ada.
Ia berharap agar pemerintah memperhatikan infrastruktur, contohnya infrastruktur dipapua perlu ditingkatkan untuk mengurangi biaya distribusi dan lainnya. Selain itu perlunya menaikkan awareness masyarakat terhadap sagu, baik di fasilitas umum atau lokasi tertentu seperti bandara, pameran, dan lainnya.
Prayoga suryadarma dari tim IPB menyampaikan, pengembangan sagu perlu pengembangan model agroindustri sagu berkelanjutan.
"Konsep pengembangan Sagunesia perlu diperkuat kembali melalui sinergi dengan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga lainnya. Terkait lahan, sagu perlu dimasukan ke dalam UU No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, karena sagu termasuk komoditas pertanian yang perlu dilindungi. Masing-masing provinsi memiliki adat yang berbeda, maka sebaiknya korporasi petani dapat dimodifikasi sesuai budaya adat didaerahnya, sehingga keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sagu bisa lebih kuat. Terkait infrastruktur/sarana prasarana baik akses jalan dan ketersediaan listrik perlu juga ditindaklanjuti untuk mendukung pengembangan sagu," ujar Muhammad Rizal Ismail, selaku Kepala BBPPTP Ambon.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan diketahui bahwa, potensi lahan sagu seluas 5.5 juta ha yang tersebar di sentra produksi sagu nasional diantaranya Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Dalam penguatan pengembangan sagu, salah satunya penguatan hilirisasi atau pemasarannya, perlunya skema kemitraan dan penguatan kelembagaan agar lebih kuat, serta menjaga kepastian pasar dan harga.