Suara.com - Harga minyak dunia melesat sekitar USD2 pada perdagangan hari Senin, didukung kekhawatiran pasokan, depresiasi dolar AS dan kekuatan awal di pasar ekuitas.
Tetapi harga berfluktuasi karena ketakutan permintaan bahan bakar bakal melemah jika Federal Reserve menaikkan suku bunga terlalu agresif.
Mengutip CNBC, Selasa (26/7/2022) minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman September, patokan internasional, ditutup melambung USD1,95, atau 1,9 persen menjadi USD105,15 per barel.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melonjak USD2, atau 2,1 persen menjadi menetap di posisi USD96,70 per barel.
Baca Juga: Studi: Harga Mobil Baru dan Bekas Sama-sama Melambung Tinggi
"Dolar AS yang sedikit lebih lemah dan pasar ekuitas yang membaik mendukung minyak," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Setelah penguatan awal, saham Wall Street bergerak lebih rendah pada perdagangan petang, dengan investor berhati-hati tentang pertemuan The Fed minggu ini dan laporan keuangan dari beberapa perusahaan.
Minyak berjangka bergejolak dalam beberapa pekan terakhir, tertekan oleh kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga dapat memperlambat aktivitas ekonomi dan permintaan bahan bakar, tetapi mandapatkan sokongan dari pasokan yang ketat, terutama sejak invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi Barat terhadap Moskow.
"Ekonomi Amerika dan Eropa melambat, dan dengan Federal Reserve akan menaikkan suku bunga lagi pekan ini, trader tetap sangat berhati-hati," kata Dennis Kissler, Vice President BOK Financial.
Pejabat Fed mengindikasikan bank sentral AS itu kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan 26-27 Juli.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Terus Merosot, Kini Sentuh USD 94,70/Barel
China, ekonomi terbesar kedua di dunia, hampir mengalami kontraksi pada kuartal kedua, tumbuh hanya 0,4 persen (year-on-year).
National Oil Corporation (NOC) Libya mengatakan pihaknya bertekad untuk mengembalikan produksi menjadi 1,2 juta barel per hari (bph) dalam dua minggu, dari sekitar 860.000 bph.
Tetapi analis memperkirakan output Libya akan tetap bergejolak karena ketegangan tetap tinggi setelah bentrokan antara faksi-faksi politik yang bersaing selama akhir pekan lalu.
Harga mendapat dukungan dari "ekspektasi bahwa pasokan minyak Rusia akan turun lebih rendah dalam beberapa bulan ke depan karena rencana yang diperkirakan secara luas untuk pembatasan harga minyak Rusia mungkin memiliki efek sebaliknya pada harga minyak ketimbang yang diharapkan," kata Warren Patterson, analis ING.
Uni Eropa mengatakan pekan lalu akan mengizinkan BUMN Rusia untuk mengirimkan minyak ke negara ketiga di bawah penyesuaian sanksi yang disepakati oleh negara-negara anggota pekan lalu, yang bertujuan membatasi risiko keamanan energi global.