Suara.com - Pemerintah mengakui saat ini rasio pajak atau tax ratio di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini menggambarkan belum optimalnya upaya pemerintah dalam memungut pajak.
Data dari Kemenkeu mencatat rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto atau tax ratio mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir.
Tercatat sebesar 10,37 persen pada 2016, lalu merosot ke level 9,89 persen pada 2017, naik tipis ke 10,24 persen pada 2018, pada 2019 kembali turun ke posisi 9,76 persen dan merosot menjadi 8,33 persen pada 2020.
"Dan kita berharap pada tahun 2021 (datanya) ada tren pembalikkan yang baik," kata staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam sebuah diskusi virtual bertajuk Pemulihan Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global pada Senin (25/7/2022).
Diakui Yon memang peningkatan kinerja tax ratio Indonesia masih menjadi tantangan utama bagi pemerintah dalam sektor perpajakan.
"Tax ratio Indonesia masih cukup dinamis, apabila memperhitungkan penerimaan PNBP sumber daya alam yang masih sensitif terhadap perubahan harga komoditas," kata Yon.
Oleh karena itu, kata Yon, optimalisasi pajak masih menjadi tujuan utama kebijakan fiskal.
Dijelaskan Yon, secara teoritis struktur tax gap terdiri policy gap dan compliance gap. Dari sisi policy gap terdapat faktor expenditure gap dalam bentuk belanja perpajakan, semisal pembebasan pajak untuk kebutuhan bahan pokok dan efficiency gap atau aturan perpajakan yang belum optimal.
Sementara untuk compliance gap lebih banyak dipengaruhi oleh faktor administrasi otoritas pajak semisal, kemampuan pengumpulan pajak dari DJP, dan kapasitas pengawasan.
Baca Juga: Pajak Karbon Kembali Ditunda, Seberapa Mendesakkah Untuk Diterapkan?