Suara.com - BPJS Kesehatan kembali menjaring aspirasi dari para pakar, akademisi, praktisi, hingga perwakilan berbagai instansi di Indonesia melalui kegiatan BPJS Kesehatan Mendengar Tahun 2022, Kamis, (21/7/2022). Isu mengenai kepesertaan Program JKN, kolektibilitas iuran peserta, hingga akses layanan kesehatan menjadi sorotan utama dalam diskusi panel tersebut.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti mengatakan, pertumbuhan peserta JKN yang telah mencapai 241,7 juta jiwa per 30 Juni 2022, harus selaras dengan peningkatan akses layanan kesehatan, baik dari sisi kemudahan maupun ketersediaannya. Upaya kolektibilitas iuran pun agar finansial Program JKN tetap kokoh membiaya pelayanan kesehatan pesertanya.
“Di WHO ada istilah effective coverage, artinya mereka yang tercakup jaminan kesehatan bisa memanfaatkan pelayanan dengan baik. Untuk menjaga kesinambungan Program JKN ini, tentu tidak bisa dilakukan oleh BPJS Kesehatan sendiri. Dibutuhkan kerja sama yang solid dengan Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan seluruh stakeholders terkait lainnya, termasuk dari masyarakat,” ujar Ghufron.
Ghufron mengungkapkan, inovasi juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peningkatan mutu dan penyelenggaraan JKN. Oleh karena itu, secara rutin BPJS Kesehatan juga melakukan kajian, riset, uji coba, dan pengembangan di berbagai sektor untuk memetakan kebutuhan stakeholders. Ia juga berharap, semua gagasan dan masukan yang disampaikan stakeholders JKN dalam kegiatan BPJS Kesehatan Mendengar Tahun 2022 diharapkan mampu membantu jajaran manajemen BPJS Kesehatan meracik rencana strategis yang tepat dalam menyelenggarakan Program JKN ke depan.
Baca Juga: Terungkap Oknum Satpol PP Kota Semarang Gunakan Uang Iuran BPJS untuk Judi Online
Pada kesempatan tersebut, Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Bappenas, Muhammad Cholifihani mengapresiasi perkembangan cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan yang dinilainya selalu sukses melampaui target yang ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dari waktu ke waktu.
“Tahun 2021, cakupan kepesertaan Program JKN mencapai 86,9% penduduk Indonesia, melebihi target RPJMN yakni sebesar 85%. Kemudian tahun ini, per Mei 2022 cakupannya sudah 88,6% dari total populasi Indonesia, sudah melewati target RPJMN tahun 2022 yaitu 87%. Konsisitensi progresnya dari tahun ke tahun menggembirakan. Semoga target RPJMN 2024 di mana 98% penduduk Indonesia terlindungi Program JKN, bisa terpenuhi. Namun tentu di sisi lain, edukasi dan sosialisasi masih jadi tugas besar kita karena masih ada sebagian masyarakat yang belum paham mengenai konsep Program JKN,” katanya.
Terkait kolektibilitas iuran JKN, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengungkapkan bahwa perlu dilakukan improvisasi dan inovasi agar pekerja informal bisa membayar iuran JKN dengan baik. Ia mengatakan, jika berbagai upaya sudah dilakukan dan hasilnya belum optimal, maka penting bagi BPJS Kesehatan mendapat dana tambahan untuk menjamin para peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) ini, misalnya melalui Dana Desa.
“Ada golongan hampir miskin, bukan miskin sehingga tidak masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga untuk membayar iuran sekeluarga baginya berat. Dana Desa sebagai sumber dana yang mandatori ke suluruh desa bisa dipertimbangkan untuk membantu iuran JKN bagi mereka yang menunggak, atau yang belum terdaftar, atau sudah terdaftar tapi kesulitan membayar iuran,” ujarnya.
Dari sisi akses pelayanan kesehatan, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan bahwa jaringan fasilitas kesehatan perlu diperluas agar peserta JKN bisa kian mudah mengakses layanan kesehatan.
Baca Juga: Gelapkan Uang BPJS Kesehatan, Anggota Satpol PP Kota Semarang di Pecat
“Jika akses diperluas, indikator kesehatan bisa meningkat, sehingga BPJS Kesehatan dan Program JKN bisa mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Saat ini peningkatan mitra fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan terbilang cukup drastis dari sebelumnya. Kualitas pelayanan juga harus didukung dengan tarif pelayanan kesehatan, sehingga harapan kami penyesuaian tarif ini bisa segera dilakukan dengan melibatkan pembuat kebijakan,” katanya.