Suara.com - Harga minyak dunia melesat sekitar 1 persen pada perdagangan hari Selasa, dengan Brent menyentuh level tertinggi dua pekan dalam perdagangan yang bergejolak karena trader mengkhawatirkan pasokan yang ketat dan pelemahan dolar.
Mengutip CNBC, Rabu 20/7/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melesat USD1,08, atau 1,0 persen menjadi USD107,35 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melambung USD1,62, atau 1,6 persen menjadi USD104,22 per barel.
Brent membukukan penutupan tertinggi sejak 4 Juli dan WTI tertinggi sejak 8 Juli. Pada satu titik selama sesi yang bergejolak itu, kedua tolok ukur anjlok sekitar USD2 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melesat Naik 5 Persen Lebih Karena 2 Faktor Ini
"Minyak mentah melakukan perputaran yang luar biasa hari ini (Selasa)," kata Robert Yawger, Direktur Mizuho.
"Tidak ada berita red bullish yang besar untuk memberi lampu hijau pada reli, tetapi kombinasi dari open interest dan volume perdagangan yang rendah akan sering mendorong perubahan harga yang liar," kata Yawger.
Indeks Dolar AS (Indeks DXY) merosot ke level terendah dua minggu terhadap sekeranjang rival utamanya, membuat minyak lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Harga minyak melemah, didukung kekhawatiran pasokan karena sanksi Barat terhadap Rusia, tetapi ditekan oleh upaya bank sentral global untuk menjinakkan inflasi yang memicu ketakutan bahwa potensi resesi dapat memangkas permintaan energi.
Jumat, open interest di bursa berjangka New York Mercantile Exchange menyusut ke level terendah sejak September 2015 karena investor memangkas aset berisiko seperti komoditas, ketar-ketir Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik 2,5 Persen Usai Biden Minta Arab Saudi Tingkatkan Produksi
Jaringan pipa Amerika-Kanada, Keystone, beroperasi pada kapasitas yang dikurangi, Senin, setelah stasiun pompa ditutup.
Kepala National Oil Corp (NOC) Libya yang baru, Farhat Bengdara, menolak tantangan untuk penunjukannya dan pekerjaan dilanjutkan di beberapa ladang serta pelabuhan yang ditutup.
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden mengunjungi eksportir minyak terbesar, Arab Saudi, pemimpin de facto Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC), yang ekspor minyak mentahnya tergelincir pada Mei ke level terendah empat bulan.
Biden berharap bisa mencapai kesepakatan tentang dorongan produksi minyak untuk menjinakkan harga bahan bakar, tetapi Menteri Luar Negeri Saudi mengatakan masalah pasar bukanlah kekurangan minyak mentah tetapi minimnya kapasitas penyulingan.