Suara.com - Lebih dari dua tahun seluruh negara di dunia berjuang melawan penyebaran Covid-19. Meski saat ini kondisinya mulai membaik, namun pandemi yang berkepanjangan telah berdampak terhadap berbagai sektor, termasuk sistem perlindungan sosial di masing-masing negara.
Hal inilah yang mendorong BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) menyelenggarakan ASEAN Social Security Association (ASSA) High Level Meeting, dengan tema “Social Protection in the Post-Pandemic Recovery”.
Melalui kegiatan yang digelar secara luring di Bali pada 13-15 Juli tersebut, BPJamsostek ingin memberikan ruang bagi seluruh penyelenggara jaminan sosial di Asia Tenggara untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam pelaksanaan program jaminan sosial, khususnya terkait peningkatan kepesertaan pasca pandemi Covid-19.
Menjadi sebuah kebanggaan bagi BPJamsostek karena kegiatan pada tahun ini dapat dihadiri oleh 52 delegasi dari 9 negara berbeda.
Baca Juga: Kementerian Luar Negeri Siap Dukung BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Cakupan Kepesertaan
Direktur Utama BPJamsostek, Anggoro Eko Cahyo yang juga merupakan Chairman ASSA periode 2021-2022 dalam paparannya menjelaskan bahwa inovasi merupakan kunci bagi sebuah institusi untuk bertahan hidup dalam kondisi pandemi.
Selain itu juga dibutuhkan pola pikir terbuka agar mampu mengubah risiko menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan, yaitu peningkatan layanan dan perluasan kepesertaan.
“Saya yakin bahwa beberapa dari kita memiliki pelajaran berharga untuk dibagikan tentang bagaimana melewati situasi pandemi dan apa yang akan dilakukan selanjutnya pada situasi pasca pandemi. Oleh karena itu kita di sini bersama-sama untuk berbagi ilmu, belajar dari satu sama lain dan memperkuat ikatan untuk menghadapi situasi di depan yang belum pasti,” ujar Anggoro.
Di Indonesia, pandemi Covid-19 membawa beberapa perubahan di sektor ketenagakerjan, dimulai dengan pergeseran struktur pekerja dari sektor formal menjadi informal.
Hal ini dipicu oleh meningkatnya pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Secara tidak langsung fenomena tersebut mengakibatkan para pekerja mencairkan saldo Jaminan Hari Tua (JHT). Menurut data BPJamsostek, Gen-Z & Milenial menjadi kelompok terbesar yang melakukan penarikan JHT, yaitu sebesar 75 persen, sehingga dapat dikatakan, pekerja usia muda paling terdampak oleh situasi krisis ini.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Berikan Manfaat Kecelakaan Kerja Meninggal Dunia Saat WFH Hingga 4,4 Miliar
Pembatasan mobilitas sosial yang diterapkan pemerintah juga merubah perilaku masyarakat untuk lebih menggunakan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menjawab beragam tantangan tersebut, Anggoro menjelaskan bahwa BPJamsostek memiliki 2 strategi besar, yang pertama adalah penerapan layanan digital dengan memanfaatkan teknologi electronic know your customer (e-KYC) yang disematkan pada aplikasi Jamsostek Mobile (JMO).
Inovasi ini terbukti mampu meningkatkan kecepatan proses klaim dari yang awalnya membutuhkan waktu 10-15 hari menjadi hanya 10-15 menit. Kemudahan layanan ini pada akhirnya mendorong angka klaim melalui kanal online saat ini 76 persen.
Sementara itu untuk meningkatkan cakupan kepesertaan, BPJamsostek mengambil peluang dari bertambahnya jumlah pekerja di sektor informal dengan cara menggandeng fintech, e-commerce serta perbankan untuk memberikan kemudahan melalui perluasan kanal daftar dan bayar iuran.
Selain itu, di tahun 2022 ini, BPJamsostek juga mengembangkan skema keagenan baru yang disebut dengan New Perisai (Pengerak Jaminan Sosial Indonesia). Kedua inovasi tersebut terbukti berhasil meningkatkan akuisisi peserta hampir tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Anggoro juga menyinggung soal kondisi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang juga cukup terdampak pandemi Covid-19. Namun di balik itu, BPJamsostek terus berupaya memberikan pelayanan terbaik, salah satunya dengan menjalin kerja sama dengan Social Security Organization (SOCSO) Malaysia untuk memastikan keberlanjutan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan para PMI di negara tujuan, khususnya Malaysia.
Dalam kesempatan tersebut beberapa delegasi juga turut membagikan strategi yang berhasil diterapkan di negaranya masing-masing. Salah satunya, CEO Social Security Organisation (SOCSO) Malaysia, Dato’ Sri Dr. Mohammed Azman yang turut membagikan pengalamannya dalam membawa institusi yang dipimpinnya menghadapi pandemi.
Ia menjelaskan, strategi yang dilakukan SOCSO adalah menerapkan Program Subsidi Upah untuk membantu para pekerja serta sekaligus mengurangi beban pemberi kerja sehingga secara tidak langsung hal ini diharapkan dapat menekan angka PHK.
Selain itu, SOCSO juga meningkatkan manfaat bagi peserta pencari kerja dengan menambah jangka waktu pemberian tunjangan pengangguran dari yang awalnya 6 bulan menjadi 9 bulan. Sedangkan pada tahap pemulihan pasca pandemi, SOCSO fokus terhadap penciptaan lapangan kerja dengan membuka sebuah portal pencarian kerja yang diberi nama MYFutureJobs. Strategi tersebut terbukti mampu berkontribusi dalam menurunkan angka pengangguran di Malaysia.
Seraya menutup seluruh rangkaian acara, Anggoro mengajak seluruh anggota ASSA untuk meningkatkan kolaborasi guna membentuk ekosistem jaminan sosial yang saling terhubung dan komprehensif bagi semua orang.
“Semoga dengan pertemuan ini, kita memperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang kondisi pekerja di situasi pasca pandemi. Saya berharap berbagai pengalaman dan solusi yang telah dibahas di sini dapat memberi inspirasi bagi kita untuk meningkatkan kualitas jaminan sosial di masing-masing negara, sehingga dapat mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja secara global,” tutup Anggoro.