Suara.com - Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk mencatatkan rugi bersih sebesar 4,16 miliar dolar AS atau sekitar Rp62 triliun sepanjang tahun 2021.
Hal ini lantas membuat pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati menyarankan pihak manajemen Garuda untuk memilah rute penerbangan agar perseroan bisa meraih profit.
"Garuda garap pasar-pasar domestik yang sudah gemuk karena untuk bertahan dengan pesawat yang ada harus pandai memilih, seperti rute Jakarta-Semarang, Jakarta-Bali, Jakarta-Palembang, Jakarta-Medan, Jakarta-Balikpapan, Jakarta-Makassar, Jakarta-Jayapura," kata Arista, Kamis (14/7/2022).
"Saya rasa itu dikonsentrasikan di kota-kota bisnis dan roda dagang, termasuk Jakarta-Yogyakarta, karena di Yogyakarta banyak orang-orang pemerintahan yang fanatik naik Garuda," ujarnya lagi.
Baca Juga: Rizal Ramli Sebut Peran Besar Erick Thohir Dalam Penyelamatan Garuda Indonesia
Tidak hanya memilah rute penerbangan, Garuda juga disarankan mengoptimalkan bisnis kargo angkutan udara mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 30 bandara yang telah dikelola oleh Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Menurutnya, jika pesawat Boeing seri 737-800 NG bisa dikonversi menjadi kargo domestik akan memberikan pendapatan tambahan bagi Garuda.
Garuda juga bisa mengoptimalkan bisnis penerbangan carter karena penduduk China banyak yang liburan ke Indonesia terutama Pulau Bintan, Manado, dan Bali. Pasar penerbangan carter China sukses di ketiga kota tersebut.
Selain itu, emiten berkode GIAA itu juga disarankan untuk merampingkan kantor-kantor regional dari empat menjadi hanya dua kantor regional saja, yakni wilayah Indonesia Barat dan Indonesia Timur karena pesawat hanya tersisa 40 persen dari normal.
Saat ini, Garuda resmi lolos penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang membuatnya diberi restrukturisasi utang sampai 20 tahun ke depan.
Keberhasilan ini menurutnya akan menjadi momentum Garuda untuk memperbaiki bisnis dan kondisi keuangan perseroan.
"Direktur utama dan jajaran direksi harus berani memutuskan hal-hal yang tidak populer. Untuk apa? kalau tidak bisa untung tahun 2022, paling tidak mengurangi beban kerugian yang terlalu besar," pungkasnya
Berdasarkan laporan keuangan (audited) tahun 2021, Garuda secara grup mencatatkan pendapatan usaha sebesar 1,33 miliar dolar AS atau turun 10,43 persen dibandingkan dengan pendapatan usaha pada tahun 2020.
Pendapatan usaha itu ditunjang oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar 1,04 miliar dolar AS, penerbangan tidak berjadwal sebesar 88,05 juta dolar AS, dan pendapatan lainnya sebesar 207 juta dolar AS.
Selain itu, sepanjang tahun lalu, Garuda secara grup turut mencatatkan penurunan beban usaha sebesar 21,03 persen menjadi 2,6 miliar dolar AS bila dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyampaikan bahwa tahun 2021 adalah fase puncak pandemi dengan tingkat positive rate tertinggi sepanjang pandemi berlangsung di Indonesia.
Kondisi tersebut yang berdampak secara langsung pada tingkat kepercayaan masyarakat untuk terbang, sehingga terjadi penurunan trafik penumpang secara signifikan sepanjang tahun lalu.