Suara.com - Pemerintah mulai mewacanakan kenaikan harga elpiji subsidi setelah menaikkan harga elpiji non-subsidi ukuran 5,5 kg dan 12 kg pekan ini. Saat ini harga elpiji subsidi di Papua maupun di Jakarta, Yogyakarta, hingga ujung Sabang tetap sama yakni Rp17.500.
Saat ini pemerintah masih terus mengkaji kenaikan harga elpiji 3 kg menyusul kenaikan harga minyak Indonesia atau Indonesia crude price (ICP). Padahal harga elpiji subsidi sebelumnya tak pernah naik selama 15 tahun.
Per juni 2022 ICP dibanderol USD 117,62 atau naik lebih dari 30% dibandingkan tahun lalu. Kemudian harga ELPIJI menurut Contract Price Aramco (CPA) seharusnya berada di angka 725 metrik ton atau 13% lebih tinggi ketimbang harga rata-ratanya tahun lalu. Tren kenaikan ini membuat harga elpiji di tanah air seharusnya juga harus ikut naik.
Sebelumnya pada April 2022 lalu elpiji non-subsidi di Papua sempat langka sehingga harganya menyentuh Rp345.000 untuk ukuran 12 kg.
Baca Juga: 5 Hektar Ladang Ganja Siap Panen Ditemukan di Keerom, Papua
Kelangkaan ini disebabkan rantai distribusi ELPIJI menuju Papua cukup panjang. Elpiji harus diangkut menggunakan kapal untuk sampai ke tujuan. Di tengah harga elpiji yang mahal, elpiji subsidi sebenarnya menjadi andalan masyarakat. Bukan hanya di Papua tetapi di seluruh Indonesia.
Saat ini PT Pertamina (Persero) Regional Papua-Maluku telah membangun Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) di Jayapura untuk memotong rantai distribusi elpiji di wilayah Indonesia Timur tersebut.
Tren akan meningkatnya penggunaan elpiji subsidi bisa dibaca setelah pemerintah menaikkan harga elpiji non-subsidi. Setelah kenaikan, harga elpiji non-subsidi ukuran 5,5 kg dibanderol Rp100.000 – Rp127.000. Kemudian untuk elpiji ukuran 12 kg harganya menjadi Rp213.000 – Rp270.000.
Dampak elpiji non-subsidi naik yang paling logis adalah akan lebih banyak kalangan masyarakat yang beralih dari elpiji non-subsidi menuju elpiji subsidi meskipun dua jenis elpiji ini memiliki sasaran konsumen yang berbeda.
Sasaran konsumen elpiji non-subsidi adalah kalangan menengah ke atas, sementara elpiji subsidi lebih banyak diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah. Namun, sasaran konsumen ini bisa saja berubah mengingat kini harga elpiji makin mahal.
Baca Juga: Ribuan Pasukan Siaga di Jayapura, Antisipasi Demo Petisi Rakyat Papua
Dampak lainnya adalah maraknya perilaku kriminal untuk mengoplos elpiji non-subsidi dengan bahan lainnya. Jika hal ini terjadi, maka sangat mungkin keselamatan pengguna yang akan menjadi taruhannya. Namun demikian, kenaikan harga elpiji non-subsidi diprediksi tidak akan mempengaruhi inflasi secara signifikan.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni