Suara.com - Ekonomi Rusia semakin stabil belakangan ini usai mendapatkan pukulan telak berkat sanksi Barat dan AS terkait operasi militer mereka di Ukraina.
Kepala kebijakan moneter Bank Sentral negara itu menyebut, Rusia akan mengalami kontraksi ekonomi jika tekanan lain yang lebih besar, termasuk pembekuan sebagian cadangannya.
Namun, Kirill Tremasov, yang mengawasi kebijakan moneter di bank sentral, mengatakan krisis di Rusia berkembang di landai yang lebih bertahap daripada yang ditakuti awalnya.
“Kami jelas berada di lintasan yang lebih lembut. Kami sudah melihat tanda-tanda stabilisasi,” kata Tremasov.
Baca Juga: Iran Akan Kirim Ratusan Drone Tempur ke Rusia, Bantu Gempur Ukraina
Hal ini ia ungkapkan menjelang pertemuan dewan 22 Juli di mana bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga utamanya dari 9,5 persen untuk mendukung ekonomi dengan pinjaman yang lebih murah.
Suku bunga yang dikurangi serta kebijakan anggaran yang lebih akomodatif mampu mendukung ekonomi Rusia, kata analis Rosbank, saat mereka merevisi perkiraan mereka untuk kontraksi produk domestik bruto tahun ini menjadi 5,0 persen dari 8,0 persen.
Ekonomi diprediksi mulai berkontraksi tidak lebih dari 5,0 persen pada tahun 2022, kata seorang penasihat presiden pada Mei.
Ini terjadi beberapa minggu setelah kementerian ekonomi mengatakan PDB berada di jalur untuk berkontraksi lebih dari 12 persen, yang akan menjadi penurunan terbesar sejak setelah pecahnya Uni Soviet pada 1991.
Para analis yang disurvei oleh Reuters pada akhir Juni memiliki rata-rata perkiraan PDB turun 7,1 persen tahun ini, dibandingkan dengan ekspektasi pertumbuhan 2,5 persen dalam jajak pendapat serupa pada Januari, beberapa minggu sebelum konflik di Ukraina dimulai.
Baca Juga: Rupiah Keok Lagi, Kini Semakin Dekati Level Rp15.000 per Dolar AS