Pendiri dan Ketua ACT Diduga 'Curi' Uang Korban Lion Air, Polri Kembali Gelar Pemeriksaan Hari Ini

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 11 Juli 2022 | 08:40 WIB
Pendiri dan Ketua ACT Diduga 'Curi' Uang Korban Lion Air, Polri Kembali Gelar Pemeriksaan Hari Ini
Mantan Presiden ACT Ahyudin di Bareskrim Polri (8/7/2022) [Suara.com/M. Yasir].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yakni pendiri ACT Ahyudin, dan Presiden ACT Ibnu Khajar kembali diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri  pada Senin (11/7/2022) terkait dugaan penyelewengan dana.

"Ahyudin dan Ibnu, keduanya lanjut diperiksa Senin," kata Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Andri Sudarmaji.

Sebelumnya, dua pria itu memenuhi panggilan penyidik Polri untuk dimintai keterangan pada Jumat (8/7/2022). Ahyudin diperiksa dari 11.00 WIB sampai dengan 22.30 WIB, sedangkan Ibnu Khajar mulai dimintai klarifikasi pukul 15.00 sampai dengan 22.00 WIB.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan sebelumnya mengungkapkan, ACT diduga menyelewengkan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018 lalu.

Baca Juga: ACT Sulawesi Selatan: Walaupun Kepercayaan Masyarakat Telah Runtuh, Kedermawanan Harus Tetap Dilakukan

kedua pengurus ACT itu diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial itu untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.

"Bahwa Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).

Ia mengatakan, kedua Pengurus ACT tersebut tidak pernah mengajak pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial, tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial yang didapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana sosial tersebut yang merupakan tanggung jawabnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara diperoleh fakta, ACT menerima dana dari Boeing untuk disalurkan kepada korban sebagai dana sosial sebesar Rp138 miliar.

Pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi, yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris korban masing-masing sebesar Rp2,06 miliar serta bantuan nontunai dalam bentuk dana sosial sebesar Rp2,06 miliar.

Baca Juga: Diungkap PPATK, Ini Daftar 10 Negara Penyumbang dan Penerima Dana Umat ACT

Namun, dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, salah satunya adalah lembaga harus bertaraf internasional.

Selanjutnya, kata Ramadhan, pihak Boeing menunjuk ACT atas rekomendasi ahli waris korban untuk mengelola dana sosial tersebut yang diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.

Namun, kata dia lagi, pihak ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterima dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.

"Diduga ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial tersebut, melainkan sebagian dana sosial tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan kepentingan pribadi Ahyudin dan wakil ketua pengurus,” kata Ramadhan.

Ramadhan menyebutkan, kasus ini masih dalam penyelidikan. Penyidik mengusut dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI