Adapun kebijakan quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif berarti ketika bank sentral sebagai lembaga keuangan negara membeli aset-aset dari bank dan lembaga swasta lainnya untuk meningkatkan nilai moneter negara.
Secara agresif, Bank of Japan sebagai bank sentral Jepang memberikan kelonggaran moneter sehingga nilai investasi bisa lebih menggiur para investor, dibarengi dengan pelemahan nilai Yen.
Langkah Abe tersebut juga telah merangsang perusahaan dalam negeri yang mengandalkan ekspor, sehingga dapat mempermudah perluasan pasar ke dunia internasional.
Tidak berhenti di situ, melalui kebijakannya, Abe secara masif melakukan penambahan anggaran untuk infrastruktur-infrastruktur publik guna mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang.
Perbedaan kondisi ekonomi Jepang sebelum dan sesudah hadirnya Abenomics
Shinzo Abe menjabat sebagai PM ketika negara tersebut perlahan keluar dari sebuah resesi ekonomi yang dijuluki 'Dekade yang Hilang' yakni pada sekitar tahun 80-90'an.
Kala itu, terjadi kemandegan ekonomi Jepang ditandai dengan melemahnya nilai pada real estate dan nilai aset nasional.
Berkaca dari kondisi tersebut, Abe tergerak untuk membangun kembali perekonomian Jepang melalui Abenomics.
Secara bertahap, Abe mulai mencangkan sederet kebijakan moneter seperti pembelian aset-aset swasta yang disebutkan sebelumnya dengan harapan dapat meningkatkan nilai moneter nasional.
Baca Juga: Jokowi Akan Ke Jepang Akhir Juli 2022, Sampaikan Belasungkawa Meninggalnya Shinzo Abe
Abenomics mulai menampakkan prestasinya terutama pada periode kedua Abe menjabat, yakni sejak 2012 silam.