Kadin Ungkap Peternak Takut Laporkan Hewan Ternak Terjangkit PMK: Mereka Tak Mau Rugi

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 01 Juli 2022 | 14:02 WIB
Kadin Ungkap Peternak Takut Laporkan Hewan Ternak Terjangkit PMK: Mereka Tak Mau Rugi
Ilustrasi (29/6/2022) (FOTO ANTARA/Hery Sidik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang terjadi di lapangan bisa jadi lebih besar dibandingkan dengan data yang dilaporkan siagapmk.id.

"Bicara PMK dengan pengumpulan data surveilans di lapangan, mohon maaf saya melihat ini puncak gunung es. Melihat data yang paling kecil saja di koperasi persusuan, datanya dua minggu lalu kami bandingkan itu korbannya jauh lebih besar daripada data nasional," kata Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kadin Indonesia Yudi Guntara Noor dalam webinar mengenai PMK yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) di Jakarta, Jumat (7/1/2022).

Ia lantas membandingkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 22 Juni yang mencatat kematian sapi akibat PMK di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebanyak 1.601 ekor dan sapi yang dipotong paksa sebanyak 2.852 ekor. 

Sedangkan data dari Kementerian Pertanian per 22 Juni yaitu 2.460 ekor ternak dipotong paksa dan 1.499 ekor mati akibat PMK secara nasional di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Wabah PMK di Sumbar Makin Menjadi-jadi Jelang Hari Raya Idul Adha, Hewan Terjangkit Capai 4.274 Ekor

Yudi menjelaskan, perbedaan data di lapangan dengan yang dilaporkan secara resmi oleh pemerintah dikarenakan tidak seluruhnya hewan ternak yang sakit akibat PMK dilaporkan kepada dinas peternakan daerah oleh para peternak atau pemilik ternak.

"Ini menandakan bahwa majority peternak atau pemilik ternak tidak melakukan pelaporan atas kondisi PMK," kata Yudi dikutip dari Antara.

Alasan peternak tidak melaporkan kasus ternaknya yang sakit, menurut dia karena alasan sosial ekonomi.

Menurut Yudi, peternak masih tetap memotong dan menjual ternaknya yang terindikasi PMK dengan gejala ringan. Hal itu dikarenakan peternak tidak ingin mengalami kerugian akibat PMK. Sehingga hal tersebut yang menjadi alasan penyebaran PMK begitu cepat di Indonesia.

"Tetap dipotong di mana-mana, tetap dijual di mana-mana, lalu lintas ke mana-mana, peternaknya pun jalan-jalan ke mana-mana, jadi akhirnya seperti hari ini, menyebar cukup cepat," katanya.

Baca Juga: Apa Hukum Puasa Tarwiyah? Ini Jawabannya

Alasan lain peternak tidak melaporkan ternaknya ke pemerintah daerah dikarenakan birokrasi dan regulasi yang belum jelas. Terutama belum ada kejelasan mekanisme ganti rugi apabila ada ternak yang mati.

Yudi membandingkan dengan negara lain yang pemerintahnya membeli hewan ternak yang sakit akibat PMK, dan langsung dimusnahkan atau potong bersyarat agar tidak terjadi penyebaran. Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian bagi para peternak.

"Saya tidak menyalahkan peternak, yang kita salahkan adalah kondisi di lapangan yang memang tidak mampu memberikan perlindungan," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI