Suara.com - Konflik antara Rusia dan Ukraina membuat negara beribukota di Kyiv itu menghentikan ekspor gandum hingga membuat harga komoditas itu naik signifikan.
"Dampaknya, jutaan orang terancam risiko kekurangan gizi," kata badan pangan PBB dan OECD pada Rabu (29/6/2022).
Rusia dan Ukraina adalah eksportir gandum terbesar pertama dan kelima di dunia yang masing-masing menyumbang 20 persen dan 10 persen dari penjualan global, tetapi invasi Rusia ke Ukraina dan penutupan Laut Azov dan Laut Hitam, hampir menghentikan ekspor.
Ekspor biji-bijian dari Ukraina hanya 20 persen dari kapasitas karena jalur alternatif, seperti kereta api dan jalan raya, tidak seefisien rute laut, kata Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Baca Juga: Jokowi Jadi Penyampai Pesan Zelenskyy ke Putin
Proyeksi FAO/OECD menunjukkan bahwa harga gandum 2022/23 bisa 19 persen di atas tingkat sebelum perang jika Ukraina sepenuhnya kehilangan kapasitas ekspornya dan 34 persen lebih tinggi jika sebagai tambahan ekspor Rusia dikurangi setengahnya. Musim 2022/23 dimulai 1 Juli di belahan bumi utara.
"Dengan ketahanan pangan yang sudah di bawah tekanan, konsekuensinya akan mengerikan, terutama bagi mereka yang paling rentan," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam presentasi FAO/OECD Agricultural Outlook 2022-2031 dikutip dari Antara.
Diperkirakan, 20 juta ton gandum diekspor Ukraina akhir bulan ini untuk memberi ruang panen negara itu dan menghindari kekurangan pangan di Afrika, kata Komisi Eropa bulan lalu. Pembicaraan diplomatik sedang berlangsung untuk membuka rute laut alternatif.
Ditambah lagi, jika Rusia turut menghentikan pasokan ekspor, diperkirakan kekurangan gizi akan meningkat sekitar 1,0 persen atau 13 juta orang secara global pada 2022/23. Merujuk pada asumsi tingkat keparahan pengurangan ekspor.
FAO menyebut, skenario yang mensimulasikan kekurangan ekspor yang parah dari Ukraina dan Rusia yang berlanjut pada 2022/23 dan 2023/24, dan dengan asumsi tidak ada respons produksi global, menunjukkan peningkatan jumlah kekurangan gizi hampir 19 juta orang pada 2023/24.