Suara.com - Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Muhammad Ikbal menyebut, kenaikan harga sawit bisa terjadi dalam dua bulan jika beberapa asumsi terpenuhi
"Asumsi itu seperti konsumsi minyak goreng kembali normal baik itu dalam negeri ataupun luar negeri seperti China dan India sebagai konsumen terbesar minyak goreng dari Indonesia," kata dia, Rabu (29/6/2022).
Ia melanjutkan, kebijakan pemerintah terkait subsidi minyak goreng hingga normalisasi harga di angka Rp14 ribu serta kembali beroperasinya pabrik berdampak pada permintaan yang membaik sehingga harga sawit akan naik.
Ikbal mengatakan secara teoritis jika harga sawit turun maka harga minyak goreng turun, namun pada kenyataannya hal tersebut belum tentu bisa terjadi.
Baca Juga: Pemerintah Jabar Muluskan Kebijakan Pembelian Migor Curah lewat aplikasi
"Karena memang para industri tentu akan menahan minyak goreng tersebut dengan mencoba untuk mempertahankan harga agar bisa lebih tinggi sesuai dengan harga pasar di satu, dua bulan terakhir yaitu sekitar Rp25 ribu per liter," kata dia kepada Antara.
Selain itu, harga sawit mengalami penurunan yang cukup drastis dalam satu minggu terakhir di beberapa daerah penghasil sawit di Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan bahkan mencapai angka Rp600 per kilogram.
"Sebelumnya memang sempat dijual dengan harga Rp2.800. Artinya penurunan ini sangat tajam dan mengagetkan bagi para petani sawit di beberapa daerah di Indonesia," tuturnya.
Menurutnya, ada tiga faktor penyebab turunnya harga minyak goreng. Pertama, faktor dari pasar global yang memang mengalami penurunan sangat signifikan dari sebelumnya 1.500 dolar AS per ton menjadi 1.440 dolar AS per ton terhitung sekitar tanggal 22 Juni 2022.
Kemudian, faktor kedua ialah waktu menjelang Idul Adha sehingga di beberapa daerah yang merayakan Idul Adha tentu membutuhkan uang.
"Karena para petani butuh uang maka mereka menjual seadanya, yang penting dapat uang dalam jangka waktu pendek," ungkapnya.
Sementara faktor ketiga, ialah permintaan pabrik yang menurun. Ia menyebutkan beberapa pabrik di Kalimantan dan Sumatera melakukan penutupan sementara yang berdampak pada turunnya permintaan.
"Secara ekonomi jika permintaan menurun maka harganya mengalami penurunan. Penutupan pabrik ini disebabkan oleh permintaan luar negeri yang menurun juga terhadap konsumsi kelapa sawit, khususnya di China dan India," pungkasnya.