Suara.com - Perdagangan Selasa (28/6/2022) pagi waktu Indonesia atau penutupan Senin, harga minyak naik dua dolar per barel di tengah pengetatan yang dilakukan G7 terhadap Rusia.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus menetap 1,97 dolar AS atau 1,7 persen lebih tinggi, menjadi 115,09 dolar AS per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,95 dolar AS atau 1,8 persen, menjadi ditutup di 109,57 dolar AS per barel.
Kelompok negara kaya yang menjadi bagian G7 menegaskan mereka mendukung Ukraina jika memang dibutuhkan dan mengusulkan pembatasan minyak Rusia sebagai bentuk sanksi baru agar melemahkan Rusia.
"Saya pikir jika mereka menerapkan batasan harga pada penjualan dan pembelian minyak Rusia, sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana ini akan diterapkan, terutama ketika China dan India telah menjadi pelanggan terbesar Rusia," kata Konsultan Minyak Andrew Lipow yang berbasis di Houston.
Namun demikian, analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengatakan, sikap G7 sama sekali tidak menghentikan Rusia dari melarang ekspor minyak dan produk olahan ke negara-negara G7 sebagai tanggapan atas pembatasan harga. Hal ini justru memperburuk kondisi kekurangan di pasar minyak global dan produk olahan.
"Komunitas internasional harus mengeksplorasi semua opsi untuk mengurangi pasokan energi yang terbatas, termasuk pembicaraan dengan negara-negara produsen seperti Iran dan Venezuela," kata seorang pejabat kepresidenan Prancis. Ekspor minyak kedua anggota OPEC itu telah dibatasi oleh sanksi AS, dikutip dari Reuters.
Kedua patokan minyak mentah ditutup melemah untuk minggu kedua berturut-turut pada Jumat (24/6/2022) karena kenaikan suku bunga di negara-negara ekonomi utama memperkuat dolar dan mengipasi kekhawatiran resesi global.
Kekhawatiran resesi dan ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut telah menyebabkan volatilitas dan penghindaran risiko di pasar berjangka, dengan beberapa investor dan pedagang energi mengurangi pembelian, sementara harga minyak mentah tetap kuat karena permintaan tinggi dan krisis pasokan.
Sementara saat ini, tekanan kekhawatiran pasokan melebihi kekhawatiran pertumbuhan. Kelompok pengekspor minyak yang juga sekutu Rusia, OPEC+ akan tetap mengikuti rencana awal mempercepat peningkatan produksi minyak pada Agustus.
Kelompok produsen juga memangkas proyeksi surplus pasar minyak 2022 menjadi 1 juta barel per hari (bph), turun dari 1,4 juta barel per hari sebelumnya, sebuah laporan yang dilihat oleh Reuters menunjukkan.
Salah satu anggota OPEC, Libya mengatakan pada Senin (27/6/2022) bahwa mereka mungkin harus menghentikan ekspor di daerah Teluk Sirte dalam waktu 72 jam di tengah kerusuhan yang telah membatasi produksi.
Menambah kesengsaraan pasokan, Ekuador juga mengatakan dapat menghentikan produksi minyak sepenuhnya dalam waktu 48 jam di tengah protes anti-pemerintah di mana sedikitnya enam orang tewas.
Pedagang juga menunggu berita tentang kapan persediaan minyak pemerintah AS yang menggerakkan pasar dan data lainnya akan diterbitkan setelah tidak dirilis minggu lalu karena masalah server.
Persediaan minyak mentah, sulingan dan bensin AS kemungkinan turun minggu lalu, jajak pendapat awal Reuters menunjukkan pada Senin (27/6/2022).