Suara.com - PBB menyebut, konsumsi ganja meningkat usai sejumlah negara di dunia melegalkan komoditas tersebut selama pembatasan akibat wabah COVID-19.
Pemakaian ganja non-medis telah dilegalkan di beberapa negara bagian Amerika Serikat, seperti Washington dan Colorado sejak 2012. Uruguay menyusul pada pada 2013, disusul Kanada pada 2018 dan yang paling baru, negara tetangga Thailand pada 2022.
"Legalisasi ganja tampaknya telah mempercepat tren kenaikan dalam penggunaan narkoba itu, yang dilaporkan setiap hari," kata UNODC.
"Meski prevalensi pemakaian ganja di kalangan remaja "tidak berubah banyak", ada "peningkatan nyata dalam laporan penggunaan produk berpotensi tinggi itu di kalangan dewasa muda", kata kantor PBB yang bermarkas di Wina itu.
Izin konsumsi yang dirilis negara-negara itu membuat bisnis ganja semakin meningkat, di Thailand contohnya, produk turunan ganja dijual secara eceran dengan merek Amnesia, Jack Haze, dan Night Nurse di truk-truk pinggir jalan Bangkok.
Di kota yang dikenal dengan gaya hidup gemerlap itu, ganja dijual menggunakan truk hingga terkenal di kalangan backpacker. Mereka menjual ganja dengan harga sekitar 700 baht (Rp 295.000) per gram.
Para turis dari berbagai negara bahkan rela antre untuk mendapatkan produk ganja di Thailand. Salah satunya Keira Gruttner, pria 32 tahun asal Kanada itu rela antre di dekat Khaosan Road.
"Saya pikir itu mungkin mengundang orang-orang dari negara-negara yang (ganjanya) tidak legal," katanya dikutip dari Reuters.
Pembeli lain, Kajima mengaku tidak menyangka bisa membeli ganja di Thailand. Sembari joget saat diwawancara, ia mengatakan, wisata kali ini bagai mimpi.
Kasus Bunuh Diri Meningkat