Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berencana menerapkan pajak karbon pada Juli 2022 ini. Rencana ini untuk mengurangi efek gas rumah kaca secara nasional. Rencana ini mundur dari pelaksanaan awal yang semula dikenakan pada mulai 1 April 2022.
Menanggapi hal tersebut, PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau Holding IDSurvey menyambut rencana pajak karbon. Menurut Direktur Utama BKI Rudiyanto, pajak karbon merupakan solusi yang ampuh untuk dekarbonisasi.
"Ini juga sejalan dengan tekad kami di BKI selaku Ketua IDSurvey bersama tujuh BUMN lain untuk melakukan pilot project dekarbonisasi di kalangan BUMN," ujarnya di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Pelaksanaan pajak karbon merupakan bagian dari implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Baca Juga: BRIN: Penerapan Pajak Karbon Harus Didukung Kebijakan Tekan Dampak Sosial
Undang-undang ini akan menjadi landasan bagi penerapan pajak karbon di Indonesia sebagai aturan turunan UU HPP.
Rudiyanto melanjutkan, pembahasan tentang pajak karbon menjadi semakin penting agar pelaksanaan dekarbonisasi di Indonesia bisa segera berjalan secara aktif.
"Pembahasan itu amat penting bagi BKI selaku Ketua IDSurvey bersama ke-tujuh BUMN lain yang saat ini sedang melaksanakan pilot project dekarbonisasi," imbuh dia.
Seperti diketahui, Februari lalu IDSurvey yang diwakili oleh BKI bersama tujuh BUMN telah menandatangani Memorandum of Understanding Dekarbonisasi di kalangan BUMN. Tujuh BUMN lain tersebut adalah Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia, PTPN, Semen Indonesia, Perhutani, dan MIND ID.
Dekarbonisasi di kalangan BUMN akan menjadi bagian dari perusahaan, lembaga dan pihak lain yang secara bersama bertekad mencapai target nasional mengurangi efek GRK secara nasional sebesar 29 persen pada 2030 dan zero emission pada 2060.
Baca Juga: PLTU Berkapasitas di Bawah 25 MW Sebaiknya Tak Kena Pajak Karbon
"Ini harus menjadi tekad bersama demi mencapai ruang hidup yang berkualitas karena Indonesia adalah salah-satu pasar karbon terpenting di dunia," kata Rudiyanto.
Menkeu Sri Mulyani, sebelumnya, mengatakan APBN menjadi instrumen penting untuk mendukung pemulihan ekonomi, melanjutkan reformasi, dan melindungi masyarakat dari dampak Covid-19.
Dia bilang APBN bergerak cepat dan dinamis merespon tantangan pandemi dengan melakukan berbagai terobosan kebijakan fiskal untuk kebangkitan ekonomi.
Makanya salah satu terobosan yang dilakukan untuk mendukung APBN berkelanjutan yang ramah lingkungan adalah dengan memperkenalkan mekanisme transisi energi dan pajak karbon dalam reformasi pajak.
Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Skema pajak karbon ditujukan untuk mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer yang dapat menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi.