Suara.com - Ketahanan pangan kini perlu diperhatikan semua pihak. Pasalnya, ketahanan pangan bisa mengurangi ketergantunan negara akan impor pangan.
Namun, kini ketahanan pangan menghadapi berbagai ancaman. Salah satunya, ancaman kepunahan tanaman.
Pengamat regulasi, Melli Nuraini Darsa mengatakan Indonesia perlu perkuat komitmen politik untuk menghadapi ancaman kepunahan tanah.
Pasalnya meskipun saat ini pemanasan global Sudah menjadi isu sentral saat ini banyak diperbincangkan, karena menyebabkan perubahan iklim serta mengganggu produktivitas bahkan berbagai bencana akibat cuaca ekstrim.
Baca Juga: Akses Jalan Masih Terganggu Akibat Bencana Tanah Longsor di Sukabumi
"Seperti halnya soal emisi karbon, banyak hasil penelitian telah menunjukan degradasi tanah dan resiko kepunahan tanah adalah bom waktu, dikaitkan dengan perubahan iklim yang dampaknya bisa menguncang pasokan pangan dunia," ujar Melli di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Berdasarkan data, 95% makanan yang dikonsumsi berasal dari tanah karena tanah merupakan dasar dari ekosistem darat. Menurut UN Food & Agriculture Organisation, saat ini tanah telah terdegradasi sebesar 52%.
Penelitian yang belum lama dilakukan olek Institut Pertanian Bogor (IPB) uga mengungkapkan bahwa 72 persen dari tanah pertanian di Indonesia sat ini sedang “sakit” karena kekurangan bahan organik akibat penggunaan pupuk kimia yang masih tinggi.
Melli lebih lanjut menjelaskan bahwa tanah adalah elemen yang hidup, dimana tanah terdiri dari jutaan jasad renik yang hidup di setiap jengkalnya.
"Diperkirakan bahwa tanah di bumi hanya mampu bertahan hingga 60 tahun kedepan. Penipisan tanah yang terjadi, akan berpengaruh pada penurunan nutrisi pada makanan yang dikonsumsi. Ini sudah terjadi di banyak negara. Apalagi kita tau saat ini di Eropa sedang terjadi ketegangan antara Ukraina dan Rusia yang sedikit banyak telah mempengaruhi pasokanndan harga gandum hingga ke Indonesia" jelas dia.
Baca Juga: Lockdown Selesai, Beijing Kembali Operasikan Seluruh Stasiun Kereta Bawah Tanah
Melli juga mengatakan bahwa untuk menghadapinya, swasembada pangan sangat penting untuk diupayakan. Namun swasembada tidak akan terjadi jika produksi tanaman menjadi tidak maksimal akibat kondisi tanah di negara tersebut tidak subur.
"Percuma saja kita bicara tentang Indonesia menjadi ekonomi terbesar ke-5 di tahun 2045, jika masalah kepunahan tanah tidak kita perhatikan sebagai suatu urgensi," imbuh dia.
Setelah beberapa tahun isu ini banyak dibicarakan para ahli dan saintis, akhirnya di tahun 2022 ini muncul gerakan Save Soil yang diinisiasi seorang yogi dan humaterian, berusia 65 tahun bernama Sadhguru Jaggi Vasudev, yang juga pendiri Yayasan Isha.
Dia berhasil mengangkat masalah tanah menjadi perhatian sejumlah pemimpin negara-negara di dunia melalui Gerakan Selamatkan Tanah (Save Soil). Gerakan ini merupakan bagian dari Gerakan Planet Sadar (Conscious Planet).