Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal untuk segera mempersiapkan diri untuk ikut dalam menjalankan aktivitas perdagangan karbon.
Menurutnya penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk berebut pasar pembiayaan hijau, sehingga mendorong proses transisi ekonomi hijau lebih cepat dan efektif di tanah air.
"Secara khusus disiapkan untuk terlibat dalam transaksi perdagangan karbon untuk membiayai transisi pembangkit tenaga listrik batubara serta mengadopsi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG)," kata Menko Airlangga dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Menurut Menko Airlangga komitmen Indonesia untuk turut serta mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement telah terwujud dalam berbagai upaya dari segi regulasi dan inovasi mekanisme pendanaan.
Baca Juga: BRIN: Penerapan Pajak Karbon Harus Didukung Kebijakan Tekan Dampak Sosial
Salah satu mekanisme pendanaan yang akan diterapkan di Indonesia pada bulan Juli tahun 2022 yakni pajak karbon melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik. Melalui skema tersebut, pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan.
Dirinya menjelaskan bahwa pajak karbon merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.
“Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan,” kata Menko Airlangga.
Menko Airlangga juga menekankan bahwa untuk mewujudkan ekonomi hijau, berbagai alternatif mekanisme pendanaan menjadi penting untuk memenuhi financing gap yang cukup besar.
“Ini dilakukan agar pendanaan tidak terbatas hanya dari APBN, misalnya melalui Green Sukuk, tetapi juga dari berbagai instrumen alternatif seperti blended finance, dan menampung dana dari swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim," paparnya.
Baca Juga: PLTU Berkapasitas di Bawah 25 MW Sebaiknya Tak Kena Pajak Karbon
Selain itu, pemerintah juga terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program Energi Baru Terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency.