135.302 Karyawan Startup Kena PHK, Efek Bubble Burst Makin Buruk?

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 20 Juni 2022 | 16:44 WIB
135.302 Karyawan Startup Kena PHK, Efek Bubble Burst Makin Buruk?
Ilustrasi stres (freepik.com/senivpetro)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tidak hanya di Indonesia, belasan perusahaan rintisan atau startup hingga perusahaan raksasa belakangan ini makin banyak melakukan PHK terhadap karyawannya.

Sejumlah kalangan menganggap fenomena ini bagian dari bubble Burst, saat perusahaan tidak lagi mampu mempertahankan aktivitas bisnis dan berdampak pada keuangan.

Melansir dari Layoff.fyi, saat ini sudah ada 808 startup melakukan PHK di seluruh dunia dan 135.302 pegawai terdampak PHK. Data tersebut dihitung sejak Maret 2020 lalu.

Data yang sama juga merincikan 15 perusahaan internasional yang melakukan PHK, berikut diantaranya:

Baca Juga: Elon Musk Mengisyaratkan Bakal Ada PHK Karyawan di Twitter

Agoda (Singapura/travel) 1.500 karyawan

Uber (San Francisco/transportasi) 6.700 karyawan

Getir (Istanbul/makanan) 4.480 karyawan

Booking.com (Amsterdam/travel) 4.375 karyawan

Better.com (New York/real estate) 3.000 karyawan

Baca Juga: Kominfo Buka Suara soal PHK Massal Pekerja Startup

Groupon (Chicago/ritel) 2.800 karyawan

Peloton (New York/fitness) 2.800 karyawan

Carvana (Phoenix/transportasi) 2.500 karyawan

Katerra (San Francisco/konstruksi) 2.434 karyawan

Zillow (Seattle/real estate) 2.000 karyawan

Airbnb (San Francisco/travel) 1.900 karyawan

Instacart (San Francicso/makanan) 1.877 karyawan

WhiteHat Jr (Mumbai/pendidikan) 1.800 karyawan

Bytedance (Mumbai/consumer) 1.800 karyawan

Bytedance (Shanghai/consumer) 1.800 karyawan

Stone (Sao Paulo/keuangan) 1.300 karyawan

Paisa Bazaar (Gurugram/keuangan) 1.500 karyawan

Ola (Bengaluru/transportasi) 1.400 karyawan

Stitch Fix (San Francisco/ritel) 1.400 karyawan

Toast (Boston/makanan) 1.300 karyawan

Sementara, di Indonesia, sejumlah startup sudah melakukan PHK sejak satu bulan ke belakang, sebut saja LinkAja dan JD.ID.

Mereka mengatakan tren ini menunjukkan tiga faktor kunci - fokus bergeser ke profitabilitas atas akuisisi pelanggan dan ekspansi yang tidak terkendali, lingkungan investasi yang tenang bahkan cenderung menurun, dan ketakutan akan kemungkinan resesi.

Para ahli ini juga berpendapat dalam jangka panjang, PHK justru memunculkan celah untuk menaikkan nilai valuasi. Namun, fleksibilitas tenaga kerja yang muncul akibat berkurangnya pekerjaan formal berpotensi pada pengangguran yang lebih besar. 

Praktisi pengembangan karier dan pendiri platform Youth4Work Rachit Jain mengatakan, lingkungan kerja yang rentan PHK menjadikan sebagian orang menjadi tamak. Hanya segelintir orang yang berusaha membuat model yang cocok bagi pasar dan yang lainnya bisa tersingkir. 

Sementara, Hendra Setiawan Boen, analis dan praktisi hukum restrukturisasi utang dari Kantor Frans & Setiawan mengatakan, PHK massal yang melanda startup salah satunya karena mereka kehabisan dana.

Tak hanya itu, Hendra juga menilai bahwa startup memiliki sumber dana yang tidak berkelanjutan yakni dari para investor.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI